PERBEDAN PEMILU INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT
Pemilihan Umum di Amerika Serikat
Pemilihan Umum (Pemilu) Amerika
Serikat diselenggarakan setiap dua
tahun sekali pada bulan November tahun
genap. Pemilu selalu jatuh pada hari Selasa yang jatuh setelah Senin pertama pada bulan tersebut. Walaupun diselenggarakan setiap 2 tahun sekali, hanya setiap 2 pemilu, atau 4 tahun sekali, jabatan Presiden
AS diperebutkan, dan pemilu yang
inilah yang umumnya menarik perhatian dunia, contohnya Pemilu AS 2000 dan
Pemilu AS 2004. Sedangkan
Pemilu AS 2002, yang tidak memperebutkan jabatan Presiden, tidak banyak menyita
perhatian dunia luar. Pemilu seperti ini disebut juga pemilu paruh waktu (midterm election), karena terjadinya persis pada separuh masa
jabatan Presiden yang sedang berkuasa, dan hasilnya dapat diinterpretasikan
sebagai evaluasi, dukungan, ataupun penolakan rakyat atas kebijakan-kebijakan Presiden.
WARGA Amerika Serikat baru saja mengakhiri proses
pemilihan umum untuk menentukan presiden pengganti George Walker Bush. Berbeda
dengan sistem pemilu pada umumnya, Amerika memang menerapkan sistem yang agak
rumit dan panjang sebelum sampai pada puncaknya, yakni hari pencoblosan pada
hari kemarin, 4 November 2008.
Untuk memenangi kursi kepresidenan, kandidat harus meraih setidaknya 270 electoral votes. sementara hasil perhitungan sementara hari ini (real time ketika tulisan ini saya posting) menunjukkan bahwa Senator Barack Obama dari Partai Demokrat menguasai 338 electoral votes sementara McCain hanya mendapat 162 electoral votes ini berarti senator Obama dipastikan menjadi Presiden Amerika Serikat berikutnya. Seperti apa sebenarnya seluk-beluk Pemilu di Amerika Serikat? berikut sekelumit informasi yang bisa kita pelajari: Tahap pertama dimulai antara satu sampai dua tahun sebelum pemilu. Jadi, untuk pemilu 2008 persiapan paling tidak lebih telah dimulai sejak 2006.
Untuk memenangi kursi kepresidenan, kandidat harus meraih setidaknya 270 electoral votes. sementara hasil perhitungan sementara hari ini (real time ketika tulisan ini saya posting) menunjukkan bahwa Senator Barack Obama dari Partai Demokrat menguasai 338 electoral votes sementara McCain hanya mendapat 162 electoral votes ini berarti senator Obama dipastikan menjadi Presiden Amerika Serikat berikutnya. Seperti apa sebenarnya seluk-beluk Pemilu di Amerika Serikat? berikut sekelumit informasi yang bisa kita pelajari: Tahap pertama dimulai antara satu sampai dua tahun sebelum pemilu. Jadi, untuk pemilu 2008 persiapan paling tidak lebih telah dimulai sejak 2006.
Dalam masa itu dibentuk komite khusus oleh
masing-masing calon untuk mempelajari peta politik dan menggalang dana.
Kampanye pemilu presiden AS merupakan salah satu yang termahal di dunia dan
menelan biaya antara ratusan juta sampai satu miliar dolar lebih. Primary dan Kaukus Sebagian besar dana
itu untuk pemasangan iklan dan perjalanan kampanye maraton ke sebanyak mungkin
negara bagian yang dapat dikunjungi kandidat. Pemilihan pendahuluan (primary)
bertujuan menentukan calon-calon presiden. Primary adalah salah satu cara menominasikan
kandidat yang akan dicalonkan dalam pemilu. Penyelenggaraan primary itu sendiri
bermula dari gerakan progresif di Amerika Serikat. Primary diselenggarakan oleh
pemerintah, selaku penerima mandat partai-partai. Di negara lain, nominasi
kandidat biasanya berlangsung secara internal dan tidak melibatkan aparatus
publik. Selain primary, cara
lain untuk memilih kandidat adalah melalui kaukus, konvensi dan
pertemuan-pertemuan nominasi. Kaukus juga untuk memilih para calon. Namun, kaukus
sangat berbeda dengan primary. Kaukus adalah pertemuan di daerah pemilihan
dengan diisi debat mengenai platform dan isu kampanye masing-masing partai.
Kalau primary digelar oleh pemerintah, kaukus dilaksanakan oleh kelompok sipil,
misalnya kelompok media, organisasi nonpemerintah, dan sebagainya. Bentuk primary mirip pemilihan umum, yakni dengan
coblosan, sedangkan pemungutan suara pada kaukus tergantung pada ketentuan masing-masing
penyelenggaraan. Hanya 12 negara bagian
yang menggunakan model kaukus, yakni Iowa, New Mexico, North Dakota, Maine,
Nevada, Hawaii, Minnesota, Kansas, Alaska, Wyoming, Colorado dan District of
Columbia. Istilah ''masa
primary'' merujuk pada primary dan juga kaukus, yakni diawali dengan Kaukus
Iowa dan berakhir dengan Primary Montana pada 3 Juni. Kemudian, digelar
konvensi partai untuk menetapkan calon presiden. Konvensi itu bertujuan
meratifikasi hasil pemilihan pada primary dan kaukus. Delegasi untuk konvensi partai juga dipilih pada
primary, kaukus negara bagian, dan konvensi negara bagian. Calon presiden
ditentukan berdasarkan perolehan mayoritas delegasi untuk memenangi nominasi
partai mereka. Calon presiden itulah yang akan mengajukan calon wakil presiden. Electoral College Dalam sistem pemilu Amerika
Serikat, pilihan rakyat tidak mutlak menentukan kemenangan seorang calon
presiden. Pasalnya, AS menggunakan sistem electoral college. Electoral College adalah dewan pemilih yang akan
memilih presiden. Anggotanya dipilih oleh rakyat pada hari pemilu. Para utusan
itu sudah berjanji di awal untuk memilih kandidat tertentu. Jumlah utusan pada dewan pemilih itu adalah dua
orang ditambah jumlah anggota DPR dari negara bagian tersebut. Sehingga,
beberapa negara bagian memiliki jumlah utusan terbanyak, seperti misalnya,
Florida, dan menjadi sangat menentukan dalam pemenangan pemilu. Dengan demikian, pemilihan presiden dan wakil
presiden sebenarnya adalah pemilu tidak langsung, karena pemenangnya ditentukan
oleh suara para pemilih dalam Electoral College. Pada hari pencoblosan, rakyat memilih dua kali.
Pertama, untuk memilih calon presiden favorit. Kedua, untuk memilih utusan
berjumlah 538 yang mewakili 50 negara bagian. Utusan inilah yang berhak memilih
presiden. Jadi, pilihan rakyat hanya berguna untuk menentukan popularitas
kandidat.Pemilihan presiden pendahuluan Partai Demokrat (Amerika Serikat) 2008.
Pelaksanaan
Pemilu Amerika Serikat
Beberapa pekan ini berbagai media, termasuk Indonesia
memberitakan proses pemilihan presiden Amerika Serikat(AS). Pemberitaannya
bahkan setiap hari. Sebenarnya sangat menarik mencermati pemilu Amerika. Karena
sebagai sebuah Negara adidaya, Negara ini mempengaruhi banyak Negara. Karena
itu bisa dipastikan, siapa pun orang yang terpilih sebagai presiden, pasti akan
memiliki peran sangat penting dalam stabilitas dunia.
Duo Partai
Berbeda dengan Indonesia yang memiliki banyak sekali
partai. Amerika Serikat hanya mempunyai duo partai, Partai Demokrat dan Partai
Republik. Meski demikian, calon presiden tidak harus kader dari dua partai ini.
Dalam sejarahnya, banyak presiden AS yang justru bukan kader partai. Salah
satunya adalah Bill Clinton. Menurut Jonathan Miller, penasehat salah seorang
senator Partai Demokrat, Clinton tak punya hubungan apapun dengan partai
democrat, Ia bahkan memulai karirnya sebagai orang luar partai. Apa yang
membuat Bill Clinton terpilih sebagai kandidat presiden Partai Demokrat? Tak
lain karena kepribadiannya.Menariknya daya pikat pribadi ini tak hanya
berpengaruh saat pemilihan saja, tetapi juga punya peranan dalam menggalang
dana kampanye. Karena biaya kampanye AS sangat besar. Konon, kampanye pemilu
presiden di AS merupakan salah satu yang termahal di dunia, biaya kampanye bisa
mencapai satu milyaran dollar lebih.
Proses yang Panjang dan Melelahkan
Pelaksanaan pemilu di Amerika Serikat Memakan waktu
dua tahun, Pada tahap awal, masing-masing calon membentuk komite khusus. Komite
ini bertugas mempelajari peta perpolitikan AS. Selain itu, komite ini bertugas
menggalang dana.
Setelah itu diadakan pemilihan pendahuluan atau yang
disebut dengan primary, tujuannya untuk memilih salah satu calon presiden yang
akan diusung oleh partai dalam pemilu nasional. Biasanya selain mengadakan
primary, juga diadakan kaukus. Kaukus merupakan semacam pertemuan didaerah
pemilihan yang berisi debat tentang isu-isu kampanye. Primary dan Kaukus
sama-sama bertujuan untuk memilih kandidat. Bedanya, primary diadakan
pemerintah, sedangkan kaukus diadakan oleh kelompok sipil seperti kelompok
media, LSM, dan lain-lain.
Metode kaukus ini hanya digunakan oleh 12 negara
bagian AS. Yakni, Lowa, New Mexico, North Dakota, Maine, Nevada, Hawaii,
Minnesota, Kansas, Alaska, Wyoming, Colorado, dan Distict of Colombia.
Setelah masa ini selesai, digelarlah konvensi partai.
Tujuannya untuk menetapkan calon presiden. Biasanya, calon presiden yang paling
banyak mendapat dukungan dari para anggota pertain, akan terpilih sebagai
kandidat presiden. Untuk selanjutnya kandidat masing-masing partai akan
bertarung di kancah nasional, untuk merubut suara pemilih
.
Electoral Collage
Electoral Collage adalah dewan pemilih. Merekalah yang
akan memilih presiden. Jadi, bukan rakyat AS langsung yang memilih calon
presiden mereka. Anggota dewan ini dipilih rakyat dalam pemilu AS. Jadi, hari
pencoblosan, rakyat akan memilih dua kali. Pertama, untuk memilih calon presiden,
dan yang kedua memilih anggota dewan pemilih. Meski rakyat juga mencoblos
gambar presiden faforitnya, namun hasil pencoblosan tidak menentukan siapa yang
menjadi presiden. Karena yang menentukan adalah anggota dewan pemilih. Meski
demikian, biasanya rakyat Cuma akan mencoblos gambar anggota dewan pemilih,
yang berjanji memilih calon presiden tertentu. Jadi, bisa dibilang, presiden
pilihan rakyat dengan pilihan dewan pemilih, nyaris tidak ada bedanya.
Dewan pemilih ini bejumlah 538 orang, dan mewakili 50
negara bagian AS. Untuk menjadi presiden AS, seorang kandidat harus memenangkan
270 suara anggota electoral collage. Kalau tidak mencapai suara minimal,
otomatis kandidat calon presiden kalah.
Pelaksanaan Pemilu 2009: Ketaatan Terhadap Peraturan
dan Perundang-undangan
H.
Mardiyanto
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Pemilu, Demokrasi, dan
Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
Pemilihan umum – bersama partai-partai politik, sistem kepartaian, kelompok-kelompok kepentingan, pers, dan pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat – adalah alat atau sarana perwujudan demokrasi. Ada kesepakatan di antara para teoritisi demokrasi bahwa pemilu merupakan syarat minimal bagi demokrasi. Tak ada pemilu, maka tak ada demokrasi. Bahkan teoritisi demokrasi minimalis – yang mengembangkan pemikiran Schumpeterian – menempatkan pemilu sebagai satu-satunya persyaratan bagi demokrasi. “Perwujudan demokrasi” sendiri diindikasikan antara lain oleh tegaknya prinsip-prinsip kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan sebagai satu paket. Pemilu adalah sarana untuk menegakkan keempat prinsip ini sebagai satu paket. Pemilu yang demokratis, dengan demikian, pada akhirnya diindikasikan oleh seberapa jauh aturan, proses, dan hasil Pemilu itu bisa melayani keharusan tegaknya satu paket kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan.
Pemilihan umum – bersama partai-partai politik, sistem kepartaian, kelompok-kelompok kepentingan, pers, dan pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat – adalah alat atau sarana perwujudan demokrasi. Ada kesepakatan di antara para teoritisi demokrasi bahwa pemilu merupakan syarat minimal bagi demokrasi. Tak ada pemilu, maka tak ada demokrasi. Bahkan teoritisi demokrasi minimalis – yang mengembangkan pemikiran Schumpeterian – menempatkan pemilu sebagai satu-satunya persyaratan bagi demokrasi. “Perwujudan demokrasi” sendiri diindikasikan antara lain oleh tegaknya prinsip-prinsip kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan sebagai satu paket. Pemilu adalah sarana untuk menegakkan keempat prinsip ini sebagai satu paket. Pemilu yang demokratis, dengan demikian, pada akhirnya diindikasikan oleh seberapa jauh aturan, proses, dan hasil Pemilu itu bisa melayani keharusan tegaknya satu paket kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan.
Dalam kerangka itu, ada tiga aspek
yang mesti menjadi pusat perhatian dalam penilaian atau pemantauan atas pemilu:
(a) hukum atau aturan pemilu (electoral law), (b) proses pemilu (electoral
process), dan (c) hasil-hasil pemilu (electoral results).
Pemilu-pemilu yang telah dilaksanakan di Indonesia memberikan pembelajaran
penting mengenai seberapa jauh prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pemilu dan
demokrasi tersebut sudah berhasil diwujudkan. Sebagai elemen sentral dalam
proses rekrutmen politik modern, pemilu juga merupakan titik penyeimbang antara
kebutuhan akan sirkulasi elit di satu sisi dengan keperluan adanya jaminan
kesinambungan sistem di sisi yang lain. Selain itu, pemilu juga merupakan salah
satu ukuran terpenting bagi derajat partisipasi politik pada suatu negara.
Terwujudnya pemilu yang bebas biasanya merupakan indikator mulai bekerjanya
kekuatan reformasi di negara yang sedang mengalami transisi. Indonesia termasuk
negara yang telah mengalami transisi politik besar-besaran secara berulang.
Demokrasi di negeri ini juga mengalami pasang surut yang cukup signifikan. Tak
beda dengan kecenderungan umum di banyak negara, perubahan politik serta
naik-turunnya kualitas demokrasi di negara ini juga berimplikasi pada
penyelenggaraan pemilu. Keluhan-keluhan utama tentang kualitas demokrasi di
masa pemerintahan Orde Baru antara lain dialamatkan pada penyelenggaraan pemilu
yang intimidatif dan penuh kecurangan. Sebaliknya, kebanggaan pada era
reformasi pun senantiasa direfleksikan pada kemampuan bangsa kita untuk
menyelenggarakan pemilu multi-partai yang bebas, jujur dan adil semenjak tahun
1999. Meskipun demikian, pemilu di Indonesia tak selalu mudah dipahami oleh
publik umumnya dan para pemilih khususnya. Regulasi yang senantiasa
berubah-rubah memberikan kontribusi sangat besar terhadap munculnya kebingungan
akan sistem dan tata cara pemilu kita. Regulasi
dalam Pemilihan Umum merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil
tidaknya pelaksanaan Pemilu tahun 2009. Pemilu yang sukses mengindikasikan
bahwa pembangunan dalam suatu negara berhasil dilaksanakan dengan sukses pula.
Ini berarti bahwa negara tersebut berhasil mengantisipasi perubahan dalam
proses pengelolaan pembangunan, sekaligus mengoreksi kelemahan-kelemahan yang
ada, dan sanggup membawa pembangunan pada sasaran dalam jangka waktu yang
sudah ditetapkan. Di Indonesia, kesemuanya itu bertumpu pada 4 (empat) pilar,
yaitu Dasar Negara Pancasila sebagai idiologi bangsa, Undang-Undang Dasar
Negara RI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Bagaimana penerapan
regulasi dalam Pemilu 2009 agar dapat mempertahankan pembangunan berkelanjutan?
Jawaban atas pertanyaan ini merupakan kunci sukses dalam pembangunan yang telah,
sedang dan akan terus dilakukan oleh pemimpin bangsa, dalam hal ini adalah
pemerintah sebagai leader, beserta seluruh komponen bangsa kita. Perubahan
paradigma dan perilaku dalam penerapan regulasi pada Pemilu termasuk faktor
esensial untuk mengatasi permasalahan-permasalahan, termasuk dalam pengelolaan
konflik. Dalam hal ini, perubahan regulasi tidak hanya pada komitmen dan
kebijakan politik yang lebih pro-aktif untuk menyelamatkan dan mencegah
terjadinya konflik antar peserta Pemilu lebih jauh. Perubahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan juga merupakan aspek strategis untuk mengatasi
kondisi suatu bangsa dan negara. Selain karena kesalahan cara pandang dan
perilaku manusia, keterpurukan suatu negara juga dapat disebabkan oleh
kegagalan pemerintah, yang antara lain adalah:
- kegagalan
dalam memilih model pemerintahan;
- kegagalan
pemerintah dalam memainkan peran sebagai penjaga kepentingan bersama;
- kegagalan
pemerintah dalam membangun suatu penyelenggaraan pemerintah yang baik; dan
- terjadinya
penyimpangan dan penyelewengan terhadap berbagai ketentuan formal dibidang
politik.
Memperhatikan
fakta-fakta tersebut, segenap komponen bangsa telah sepakat untuk
mengatasi penyimpangan perilaku dengan mengedepankan supremasi hukum
sebagai ujung tombak untuk mengatasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
karena pemberantasan KKN dan penegakkan hukum merupakan salah satu syarat
terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu
diperlukan adanya pemerintahan yang bersih (clean government). Dengan
terbangunnya komitmen tersebut, regulasi dalam Pemilu 2009 diharapkan akan
dapat diterapkan dan dipatuhi oleh seluruh komponen masyarakat secara
bersama-sama sehingga akan berdampak pada tercapainya pembangunan yang
berkelanjutan. Pelaksanaan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan
sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang
demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia dan diselenggarakan pada setiap lima tahun sekali, serta dilaksanakan
di seluruh wilayah NKRI sebagai satu kesatuan. Pemungutan suara dilaksanakan
secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan. Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan Pemilu anggota DPR, DPD, dan
DPRD
Pemilu dan Perkembangannya
Dalam pada itu, hakekat Pemilu sejak
tahun 1955 sampai pascareformasi 98 cenderung mengalami perubahan, terutama
sejak adanya amandemen UUD 1945. Sebagai pelaksanaan UUD 1945 dan perubahan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD,
telah disahkan Undang-Undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan
DPRD yang intinya mengatur tahapan Pemilu, peserta Pemilu, persyaratan Parpol
peserta Pemilu, pemutakhiran data kependudukan, kampanye dan pemungutan suara.
Selain itu, dalam Undang–Undang tersebut juga diatur mengenai peranan perempuan
dalam Pemilu 2009 dengan diakomodirnya keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30% pada kepengurusan parpol tingkat pusat dan setiap daftar
balon paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Artinya, dalam setiap 3 orang
bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 orang perempuan.
Dalam rangka pembangunan politik
dalam negeri dan sejak Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, berdasarkan pengalaman
pelaksanaan dua kali Pemilu tersebut, pemerintah dan DPR-RI senantiasa
melakukan perbaikan regulasi politik khususnya undang-undang Pemilu.
Prinsip-prinsip umumnya adalah melakukan perbaikan kelemahan pasal-pasal
tertentu dari undang-undang yang sudah ada; sinkronisasi seluruh undang-undang
bidang politik; melanjutkan konsolidasi demokrasi berdasarkan UUD 1945; dan
memantapkan sistem pemerintahan presidensiil.
Ada 5 (lima) Undang-Undang bidang
politik yang telah disusun/ditata kembali. Undang-Undang tersebut adalah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan Rancangan
Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD masih
sedang dalam proses pembahasan di tingkat Panja.
Dari semua produk perundang-undangan
bidang politik tersebut, satu hal yang harus kita pahami bahwa Pemilu
dilaksanakan oleh Penyelenggara Pemilu yang selanjutnya disebut Komisi
Pemilihan Umum. Dalam hubungan ini Pemerintah memberikan dukungan dan
fasilitasi, bukan masuk pada tatanan pelaksanaan teknis Pemilu.
Semuanya bermuara pada ketahanan
politik dalam negeri yang mencakup; a) Sistem dan Implementasi Politik;
Kelembagaan Politik Pemerintahan; Kelembagaan Partai Politik; b) Budaya dan
Pendidikan Politik; c) Fasilitasi Pemilihan Umum; d) Fasilitasi Pemilihan
Presiden; e) Fasilitasi Pemilihan Kepala Daerah. Meskipun demikian,
keberhasilan penyelenggaraan Pemilu secara nasional tetap menjadi tanggung
jawab pemerintah, dalam hal ini Presiden. Inilah, dasar pertimbangannya
pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri mengupayakan terbentuknya Desk
Pilkada dan Desk Pemilu sebagai bentuk pengawalan atas tahapan
Pemilu demi terciptanya Pemilu yang damai, tenteram dan tetap terjaganya
persatuan dan kesatuan bangsa.
Tahapan
Pemilu, Kampanye, dan Penetapan Kursi DPR
Di dalam Undang-undang Nomor 10
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, telah ditetapkan
10 tahapan Pemilu, yaitu: (1) Pemutakhiran data pemilih; (2) Pendaftaran
peserta Pemilu; (3) Penetapan peserta Pemilu; (4) Penetapan jumlah kursi dan
daerah pemilihan; (5) Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota; (6) Masa kampanye; (7) Masa tenang; (8) Pemungutan suara dan
penghitungan suara; (9) Penetapan hasil Pemilu; dan (10) Pengucapan
sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR, dan DPD. Keseluruhan
tahapan Pemilu ini akan diselesaikan dalam waktu 17 (tujuh belas) bulan, yang
dimulai dari penyerahan DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) pada
tanggal 5 April 2008 oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri kepada
Ketua KPU, sebagai bahan untuk penyusunan daftar pemilih. Tahapan Pemilu ini
akan berakhir pada saat pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD yang
dijadwalkan pada tanggal 1 Oktober 2009. Ketentuan kampanye Pejabat Negara
berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD,
yaitu pada pasal 85 Ayat 1, 2, dan 3 diatur sebagai berikut: (1) Kampanye Pemilu yang
mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur,
bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
- a.
Tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, kecuali
fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan;
- b.
Menjalani cuti di luar tanggungan negara.
(2) Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.
Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal
86 ayat (1), dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas adanya
pelanggaran larangan kampanye oleh pelaksana dan peserta kampanye, maka KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menjatuhkan denda kepada pelaksana dan
peserta kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan ayat (3).
Kemudian dalam ayat (2), denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan ke
kas negara.
Pelaksanaan kegiatan kampanye
dimulai sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan tanggal 5 April 2009. Saat ini
kita sudah memasuki tahap keenam, yaitu tahap kampanye pemilu. Dari seluruh
tahapan Pemilu, kampanye merupakan tahapan yang paling lama periodisasinya,
yaitu selama 9 (sembilan) bulan, dimulai dari tanggal 12 Juli 2008 (3 hari
setelah penetapan Parpol peserta pemilu oleh KPU) sampai dengan tanggal 5 April
2009 (3 hari sebelum pemungutan suara yang dijadwalkan pada tanggal 9 April
2009).
Pengaturan tentang kampanye terbagi
atas: pengaturan tentang kampanye pemilu; materi kampanye; metode kampanye;
larangan dalam kampanye; pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye; pemasangan
alat peraga kampanye; peranan Pemerintah, TNI dan Polri dalam kampanye;
pengawasan atas pelaksanaan kampanye; dan dana kampanye pemilu. Dalam hal
kampanye Pemilu, telah diatur tentang pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan
petugas kampanye.
Pelaksana kampanye meliputi pengurus
Parpol, calon anggota DPR dan DPRD, juru kampanye, orang seorang, dan
organisasi yang ditunjuk oleh peserta Pemilu, serta calon anggota DPD. Peserta
kampanye meliputi seluruh anggota masyarakat, sedangkan petugas kampanye adalah
seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye. Khusus kegiatan kampanye
dalam bentuk rapat umum di ruang terbuka yang mengerahkan massa dalam jumlah
besar diatur pelaksanaannya hanya selama 21 hari dimulai pada pertengahan bulan
Maret 2009 dan berakhir 1 hari sebelum masa tenang, yaitu tanggal 5 April 2009.
Mengenai larangan dalam kampanye,
telah diatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pelaksana, peserta dan
petugas kampanye; antara lain berupa larangan mempersoalkan dasar negara
Pancasila, Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945, menghasut dan mengadu domba
perseorangan ataupun masyarakat, serta berbagai bentuk larangan lainnya. Dengan
berakhirnya masa kampanye nanti, tahapan Pemilu akan memasuki masa tenang yang
berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari atau tanggal pemungutan suara.
Untuk penetapan kursi DPR, Parpol peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% dari suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Sedangkan untuk penentuan perolehan kursi DPRD, langsung dihitung dari suara sah yang diperoleh. Calon terpilih anggota DPR dan DPRD ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% dari Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP). Keseluruhan proses penyelenggaraan Pemilu legislatif diakhiri dengan tahap Pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD yang akan dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2009.
Untuk penetapan kursi DPR, Parpol peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% dari suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Sedangkan untuk penentuan perolehan kursi DPRD, langsung dihitung dari suara sah yang diperoleh. Calon terpilih anggota DPR dan DPRD ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% dari Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP). Keseluruhan proses penyelenggaraan Pemilu legislatif diakhiri dengan tahap Pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD yang akan dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2009.
Parpol
Peserta Pemilu 2009 dan Bantuan Keuangan
Pemilu Tahun 2009 diikuti oleh semua
Parpol yang memiliki kursi di DPR dan Parpol baru yang berstatus badan hukum
dari Dephukham yang lolos verifikasi KPU, yang keseluruhannya berjumlah 44
Partai Politik, termasuk 6 Partai Politik Lokal di wilayah Nanggroe Aceh
Darussalam. Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan peserta Pemilu
tahun 2004 yang berjumlah 24 Partai Politik.
Pemilu Tahun 2009 akan diikuti oleh 38 (tiga puluh delapan) parpol
peserta pemilu, yaitu (1) Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), (2) Partai Karya
Peduli Bangsa, (3) Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, (4) Partai Peduli
Rakyat Nasional (PPRN), (5) Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA), (6)
Partai Barisan Nasional, (7) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, (8)
Partai Keadilan Sejahtera, (9) Partai Amanat Nasional, (10) Partai Perjuangan
Indonesia Baru, (11) Partai Kedaulatan, (12) Partai Persatuan Daerah, (13)
Partai Kebangkitan Bangsa, (14) Partai Pemuda Indonesia, (15) Partai Nasional
Indonesia Marhaenisme, (16) Partai Demokrasi Pembaruan, (17) Partai Karya
Perjuangan, (18) Partai Matahari Bangsa, (19) Partai Penegak Demokrasi
Indonesia, (20) Partai Demokrasi Kebangsaan, (21) Partai Republik Nusantara
(RepublikaN), (22) Partai Pelopor, (23) Partai Golkar, (24) Partai Persatuan
Pembangunan, (25) Partai Damai Sejahtera, (26) Partai Nasional Banteng
Kerakyatan Indonesia, (27) Partai Bulan Bintang, (28) Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan, (29) Partai Bintang Reformasi, (30) Partai Patriot, (31)
Partai Demokrat, (32) Partai Kasih Demokrasi Indonesia, (33) Partai Indonesia
Sejahtera, (34) Partai Kebangkitan Nasional Ulama, (35) Partai Merdeka, (36)
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, (37) Partai Sarikat Indonesia, dan
(38) Partai Buruh.
Di samping itu ada 6 (enam) parpol
lokal di NAD, yakni (1) Partai Aceh, (2) Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS), (3)
Partai Bersatu Aceh (PBA), (4) Partai Daulat Atjeh (PDA), (5) Partai Rakyat
Aceh (PRA), (6) Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA). Partai lokal tersebut
hanya dibentuk di Provinsi NAD yang akan memilih Anggota DPR A (Aceh) dan DPR K
(Kab/Kota). Partai lokal di Provinsi NAD dibentuk berdasarkan UU No. 11 Tahun
2006 tentang Otonomi Khusus di NAD dan PP No. 11 tahun 2007 tentang Parpol
Lokal di Aceh.
Berdasarkan PP No. 29 Tahun 2005
tentang Bantuan Keuangan Parpol yang telah selesai direvisi dan diganti dengan
PP No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Parpol, bantuan keuangan Parpol
dari Pemerintah diberikan untuk kelancaran Administrasi Sekretariat Parpol dan
penggunaannya diperiksa/diaudit oleh BPK, selanjutnya dilaporkan kepada
Mendagri. Bantuan keuangan kepada parpol pada tahun 2009 dilaksanakan dalam 2 (dua)
tahap, untuk tahap pertama bantuan keuangan diberikan berdasarkan PP No. 29
Tahun 2005 dengan besarannya Rp. 21 Juta per kursi Anggota DPR RI hasil Pemilu
Tahun 2004, selanjutnya tahap kedua bantuan keuangan diberikan berdasarkan PP
No. 5 Tahun 2009, yang besarannya menggunakan formulasi jumlah bantuan
APBN/APBD Tahun Anggaran sebelumnya dibagi jumlah perolehan suara anggota DPR
RI hasil Pemilu 2004 yang mendapatkan kursi di DPR RI.
Fasilitas
Pemilu 2009
Sesuai dengan Undang-Undang No. 22
Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pemilu diselenggarakan oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat
nasional ini mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai
penyelenggara Pemilu mencakup seluruh wilayah negara kesatuan RI. Lembaga KPU
ini menjalankan tugas secara berkesinambungan, dibatasi oleh masa jabatan
tertentu. Sifat mandiri KPU dalam menyelenggarakan dan melaksanakan Pemilu
bebas dari pengaruh pihak manapun. Selanjutnya dengan wilayah Indonesia yang
begitu luas, jumlah penduduk yang besar dan menyebar ke seluruh nusantara serta
memiliki kompleksitas permasalahan tertentu, penyelenggara pemilu dituntut
untuk profesional, memiliki kredibilitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya sesuai dengan Pasal 121
UU 22/2007, bahwa untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajibannya, KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah dan
pemerintah daerah serta memperoleh bantuan dan fasilitas, baik dari pemerintah
maupun dari pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal
ini sejalan dengan kewajiban daerah sesuai Pasal 22 UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang bunyinya pada point a. melindungi masyarakat,
menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI, dan
c. mengembangkan kehidupan Demokrasi.
Untuk mendukung kelancaran
penyelenggaraan Pemilu 2009, sebagai tindak lanjut dari UU tersebut, telah
diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2009 tentang Bantuan Fasilitas
Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2009. Bantuan dan
fasilitas pemerintah daerah dimaksud mencakup pengaturan tentang penugasan
personil dan penyediaan sarana ruangan.
Dalam kaitan ini Departemen Dalam
Negeri telah menerima surat Ketua KPU Nomor: 908/15/V/2008 tertanggal 12 Mei
2008 dan Surat KPU Nomor: 2486/15/VIII/2008 tertanggal 5 Agustus 2008 tentang
Permohonan Bantuan dan Fasilitasi Pemilu 2009.
Berdasarkan permintaan tersebut maka
Departemen Dalam Negeri memandang perlu adanya suatu koordinasi dengan seluruh
jajaran Pemerintah Daerah untuk menginventarisir sekaligus mengkoordinasikan
berbagai persiapan pemilu 2009 di masing-masing daerah. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui kondisi riil tentang berbagai persiapan dan bentuk bantuan
maupun fasilitas yang diperlukan untuk lancarnya pemilu 2009. Semua ini adalah
sejalan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 27 ayat (1) huruf d, bahwa Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai kewajiban melaksanakan kehidupan
demokrasi.
Sengketa
Pemilu dan Penyelesaiannya
Pelanggaran Pemilu memiliki dua
kategori, yakni pelanggaran administrasi Pemilu dan pelanggaraan pidana Pemilu.
Dalam hal terjadi pelanggaran administrasi Pemilu, berdasarkan laporan dari
masyarakat, pemantau Pemilu, dan peserta Pemilu, maka Bawaslu/Panwaslu
meneruskan laporan tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota
untuk penyelesaiannya. Sedangkan untuk penyelesaian pelanggaran pidana Pemilu
dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Dalam hal ini,
berdasarkan laporan dari masyarakat, pemantau Pemilu, dan peserta Pemilu,
maka Bawaslu/Panwaslu meneruskan laporan tersebut kepada kepolisian.
Prosedur penyelesaiannya adalah penyidikan oleh Kepolisian paling lama 14
hari sejak menerima laporan dari Bawaslu/Panwaslu untuk kemudian diserahkan
kepada Penuntut Umum. Selanjutnya Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara
kepada Pengadilan Negeri paling lama 5 hari sejak menerima berkas perkara dari
kepolisian. Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana
Pemilu paling lama 7 hari setelah pelimpahan berkas perkara dari Penuntut Umum.
Dalam hal terhadap putusan Pengadilan Negeri diajukan banding, permohonan
banding diajukan paling lama 3 hari seteleh putusan dibacakan. Pengadilan
Negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi
paling lama 3 hari setelah permohonan banding diterima. Selanjutnya Pengadilan
Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 hari seteleh permohonan
banding diterima. Putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan terakhir dan
mengikat serta tidak ada upaya hukum lain. Khusus untuk perselisihan hasil
Pemilu antara KPU dan peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil
Pemilu secara nasional, peserta Pemilu dapat mengajukan permohonan pembatalan
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah
Konstitusi. Selain itu, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 telah mengatur
penyelesaian sengketa Pemilu hanya sampai pada tingkat Banding di Pengadilan
Tinggi, sehingga tidak ada upaya hukum Kasasi apalagi Peninjauan Kembali (PK)
ke Mahkamah Agung. Hukum acara penyelesaian pelanggaran pidana Pemilu juga
diatur dengan waktu yang super singkat, tidak sama dengan Hukum Acara biasa. Harapan
dari kesemuanya itu adalah agar kepastian hukum dalam Pemilu 2009 akan cepat
terwujud dan dapat selesai sebelum para anggota DPR, DPD, dan DPRD dilantik
pada tahun 2009.