Minggu, 14 Desember 2014

PERBEDAN PEMILU INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

PERBEDAN PEMILU INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

Pemilihan Umum di Amerika Serikat
Pemilihan Umum (Pemilu) Amerika Serikat diselenggarakan setiap dua tahun sekali pada bulan November tahun genap. Pemilu selalu jatuh pada hari Selasa yang jatuh setelah Senin pertama pada bulan tersebut. Walaupun diselenggarakan setiap 2 tahun sekali, hanya setiap 2 pemilu, atau 4 tahun sekali, jabatan Presiden AS diperebutkan, dan pemilu yang inilah yang umumnya menarik perhatian dunia, contohnya Pemilu AS 2000 dan Pemilu AS 2004. Sedangkan Pemilu AS 2002, yang tidak memperebutkan jabatan Presiden, tidak banyak menyita perhatian dunia luar. Pemilu seperti ini disebut juga pemilu paruh waktu (midterm election), karena terjadinya persis pada separuh masa jabatan Presiden yang sedang berkuasa, dan hasilnya dapat diinterpretasikan sebagai evaluasi, dukungan, ataupun penolakan rakyat atas kebijakan-kebijakan Presiden.
WARGA Amerika Serikat baru saja mengakhiri proses pemilihan umum untuk menentukan presiden pengganti George Walker Bush. Berbeda dengan sistem pemilu pada umumnya, Amerika memang menerapkan sistem yang agak rumit dan panjang sebelum sampai pada puncaknya, yakni hari pencoblosan pada hari kemarin, 4 November 2008.
Untuk memenangi kursi kepresidenan, kandidat harus meraih setidaknya 270 electoral votes. sementara hasil perhitungan sementara hari ini (real time ketika tulisan ini saya posting) menunjukkan bahwa Senator Barack Obama dari Partai Demokrat menguasai 338 electoral votes sementara McCain hanya mendapat 162 electoral votes ini berarti senator Obama
dipastikan menjadi Presiden Amerika Serikat berikutnya. Seperti apa sebenarnya seluk-beluk Pemilu di Amerika Serikat? berikut sekelumit informasi yang bisa kita pelajari: Tahap pertama dimulai antara satu sampai dua tahun sebelum pemilu. Jadi, untuk pemilu 2008 persiapan paling tidak lebih telah dimulai sejak 2006.
Dalam masa itu dibentuk komite khusus oleh masing-masing calon untuk mempelajari peta politik dan menggalang dana. Kampanye pemilu presiden AS merupakan salah satu yang termahal di dunia dan menelan biaya antara ratusan juta sampai satu miliar dolar lebih. Primary dan Kaukus  Sebagian besar dana itu untuk pemasangan iklan dan perjalanan kampanye maraton ke sebanyak mungkin negara bagian yang dapat dikunjungi kandidat. Pemilihan pendahuluan (primary) bertujuan menentukan calon-calon presiden. Primary adalah salah satu cara menominasikan kandidat yang akan dicalonkan dalam pemilu. Penyelenggaraan primary itu sendiri bermula dari gerakan progresif di Amerika Serikat. Primary diselenggarakan oleh pemerintah, selaku penerima mandat partai-partai. Di negara lain, nominasi kandidat biasanya berlangsung secara internal dan tidak melibatkan aparatus publik. Selain primary, cara lain untuk memilih kandidat adalah melalui kaukus, konvensi dan pertemuan-pertemuan nominasi. Kaukus juga untuk memilih para calon. Namun, kaukus sangat berbeda dengan primary. Kaukus adalah pertemuan di daerah pemilihan dengan diisi debat mengenai platform dan isu kampanye masing-masing partai. Kalau primary digelar oleh pemerintah, kaukus dilaksanakan oleh kelompok sipil, misalnya kelompok media, organisasi nonpemerintah, dan sebagainya. Bentuk primary mirip pemilihan umum, yakni dengan coblosan, sedangkan pemungutan suara pada kaukus tergantung pada ketentuan masing-masing penyelenggaraan. Hanya 12 negara bagian yang menggunakan model kaukus, yakni Iowa, New Mexico, North Dakota, Maine, Nevada, Hawaii, Minnesota, Kansas, Alaska, Wyoming, Colorado dan District of Columbia. Istilah ''masa primary'' merujuk pada primary dan juga kaukus, yakni diawali dengan Kaukus Iowa dan berakhir dengan Primary Montana pada 3 Juni. Kemudian, digelar konvensi partai untuk menetapkan calon presiden. Konvensi itu bertujuan meratifikasi hasil pemilihan pada primary dan kaukus. Delegasi untuk konvensi partai juga dipilih pada primary, kaukus negara bagian, dan konvensi negara bagian. Calon presiden ditentukan berdasarkan perolehan mayoritas delegasi untuk memenangi nominasi partai mereka. Calon presiden itulah yang akan mengajukan calon wakil presiden. Electoral College Dalam sistem pemilu Amerika Serikat, pilihan rakyat tidak mutlak menentukan kemenangan seorang calon presiden. Pasalnya, AS menggunakan sistem electoral college. Electoral College adalah dewan pemilih yang akan memilih presiden. Anggotanya dipilih oleh rakyat pada hari pemilu. Para utusan itu sudah berjanji di awal untuk memilih kandidat tertentu. Jumlah utusan pada dewan pemilih itu adalah dua orang ditambah jumlah anggota DPR dari negara bagian tersebut. Sehingga, beberapa negara bagian memiliki jumlah utusan terbanyak, seperti misalnya, Florida, dan menjadi sangat menentukan dalam pemenangan pemilu. Dengan demikian, pemilihan presiden dan wakil presiden sebenarnya adalah pemilu tidak langsung, karena pemenangnya ditentukan oleh suara para pemilih dalam Electoral College. Pada hari pencoblosan, rakyat memilih dua kali. Pertama, untuk memilih calon presiden favorit. Kedua, untuk memilih utusan berjumlah 538 yang mewakili 50 negara bagian. Utusan inilah yang berhak memilih presiden. Jadi, pilihan rakyat hanya berguna untuk menentukan popularitas kandidat.Pemilihan presiden pendahuluan Partai Demokrat (Amerika Serikat) 2008.


Pelaksanaan Pemilu Amerika Serikat
Beberapa pekan ini berbagai media, termasuk Indonesia memberitakan proses pemilihan presiden Amerika Serikat(AS). Pemberitaannya bahkan setiap hari. Sebenarnya sangat menarik mencermati pemilu Amerika. Karena sebagai sebuah Negara adidaya, Negara ini mempengaruhi banyak Negara. Karena itu bisa dipastikan, siapa pun orang yang terpilih sebagai presiden, pasti akan memiliki peran sangat penting dalam stabilitas dunia.

Duo Partai
Berbeda dengan Indonesia yang memiliki banyak sekali partai. Amerika Serikat hanya mempunyai duo partai, Partai Demokrat dan Partai Republik. Meski demikian, calon presiden tidak harus kader dari dua partai ini. Dalam sejarahnya, banyak presiden AS yang justru bukan kader partai. Salah satunya adalah Bill Clinton. Menurut Jonathan Miller, penasehat salah seorang senator Partai Demokrat, Clinton tak punya hubungan apapun dengan partai democrat, Ia bahkan memulai karirnya sebagai orang luar partai. Apa yang membuat Bill Clinton terpilih sebagai kandidat presiden Partai Demokrat? Tak lain karena kepribadiannya.Menariknya daya pikat pribadi ini tak hanya berpengaruh saat pemilihan saja, tetapi juga punya peranan dalam menggalang dana kampanye. Karena biaya kampanye AS sangat besar. Konon, kampanye pemilu presiden di AS merupakan salah satu yang termahal di dunia, biaya kampanye bisa mencapai satu milyaran dollar lebih.

Proses yang Panjang dan Melelahkan
Pelaksanaan pemilu di Amerika Serikat Memakan waktu dua tahun, Pada tahap awal, masing-masing calon membentuk komite khusus. Komite ini bertugas mempelajari peta perpolitikan AS. Selain itu, komite ini bertugas menggalang dana.
Setelah itu diadakan pemilihan pendahuluan atau yang disebut dengan primary, tujuannya untuk memilih salah satu calon presiden yang akan diusung oleh partai dalam pemilu nasional. Biasanya selain mengadakan primary, juga diadakan kaukus. Kaukus merupakan semacam pertemuan didaerah pemilihan yang berisi debat tentang isu-isu kampanye. Primary dan Kaukus sama-sama bertujuan untuk memilih kandidat. Bedanya, primary diadakan pemerintah, sedangkan kaukus diadakan oleh kelompok sipil seperti kelompok media, LSM, dan lain-lain.
Metode kaukus ini hanya digunakan oleh 12 negara bagian AS. Yakni, Lowa, New Mexico, North Dakota, Maine, Nevada, Hawaii, Minnesota, Kansas, Alaska, Wyoming, Colorado, dan Distict of Colombia.
Setelah masa ini selesai, digelarlah konvensi partai. Tujuannya untuk menetapkan calon presiden. Biasanya, calon presiden yang paling banyak mendapat dukungan dari para anggota pertain, akan terpilih sebagai kandidat presiden. Untuk selanjutnya kandidat masing-masing partai akan bertarung di kancah nasional, untuk merubut suara pemilih
.
Electoral Collage
Electoral Collage adalah dewan pemilih. Merekalah yang akan memilih presiden.  Jadi, bukan rakyat AS langsung yang memilih calon presiden mereka. Anggota dewan ini dipilih rakyat dalam pemilu AS. Jadi, hari pencoblosan, rakyat akan memilih dua kali. Pertama, untuk memilih calon presiden, dan yang kedua memilih anggota dewan pemilih. Meski rakyat juga mencoblos gambar presiden faforitnya, namun hasil pencoblosan tidak menentukan siapa yang menjadi presiden. Karena yang menentukan adalah anggota dewan pemilih. Meski demikian, biasanya rakyat Cuma akan mencoblos gambar anggota dewan pemilih, yang berjanji memilih calon presiden tertentu. Jadi, bisa dibilang, presiden pilihan rakyat dengan pilihan dewan pemilih, nyaris tidak ada bedanya.
Dewan pemilih ini bejumlah 538 orang, dan mewakili 50 negara bagian AS. Untuk menjadi presiden AS, seorang kandidat harus memenangkan 270 suara anggota electoral collage. Kalau tidak mencapai suara minimal, otomatis kandidat calon presiden kalah.
Pelaksanaan Pemilu 2009: Ketaatan Terhadap Peraturan dan Perundang-undangan

H. Mardiyanto
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Pemilu, Demokrasi, dan Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
Pemilihan umum – bersama partai-partai politik, sistem kepartaian, kelompok-kelompok kepentingan, pers, dan pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat – adalah alat atau sarana perwujudan demokrasi. Ada kesepakatan di antara para teoritisi demokrasi bahwa pemilu merupakan syarat minimal bagi demokrasi. Tak ada pemilu, maka tak ada demokrasi. Bahkan teoritisi demokrasi minimalis – yang mengembangkan pemikiran Schumpeterian – menempatkan pemilu sebagai satu-satunya persyaratan bagi demokrasi. “Perwujudan demokrasi” sendiri diindikasikan antara lain oleh tegaknya prinsip-prinsip kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan sebagai satu paket. Pemilu adalah sarana untuk menegakkan keempat prinsip ini sebagai satu paket. Pemilu yang demokratis, dengan demikian, pada akhirnya diindikasikan oleh seberapa jauh aturan, proses, dan hasil Pemilu itu bisa melayani keharusan tegaknya satu paket kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan.
Dalam kerangka itu, ada tiga aspek yang mesti menjadi pusat perhatian dalam penilaian atau pemantauan atas pemilu: (a) hukum atau aturan pemilu (electoral law), (b) proses pemilu (electoral process), dan (c) hasil-hasil pemilu (electoral results). Pemilu-pemilu yang telah dilaksanakan di Indonesia memberikan pembelajaran penting mengenai seberapa jauh prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pemilu dan demokrasi tersebut sudah berhasil diwujudkan. Sebagai elemen sentral dalam proses rekrutmen politik modern, pemilu juga merupakan titik penyeimbang antara kebutuhan akan sirkulasi elit di satu sisi dengan keperluan adanya jaminan kesinambungan sistem di sisi yang lain. Selain itu, pemilu juga merupakan salah satu ukuran terpenting bagi derajat partisipasi politik pada suatu negara. Terwujudnya pemilu yang bebas biasanya merupakan indikator mulai bekerjanya kekuatan reformasi di negara yang sedang mengalami transisi. Indonesia termasuk negara yang telah mengalami transisi politik besar-besaran secara berulang. Demokrasi di negeri ini juga mengalami pasang surut yang cukup signifikan. Tak beda dengan kecenderungan umum di banyak negara, perubahan politik serta naik-turunnya kualitas demokrasi di negara ini juga berimplikasi pada penyelenggaraan pemilu. Keluhan-keluhan utama tentang kualitas demokrasi di masa pemerintahan Orde Baru antara lain dialamatkan pada penyelenggaraan pemilu yang intimidatif dan penuh kecurangan. Sebaliknya, kebanggaan pada era reformasi pun senantiasa direfleksikan pada kemampuan bangsa kita untuk menyelenggarakan pemilu multi-partai yang bebas, jujur dan adil semenjak tahun 1999. Meskipun demikian, pemilu di Indonesia tak selalu mudah dipahami oleh publik umumnya dan para pemilih khususnya. Regulasi yang senantiasa berubah-rubah memberikan kontribusi sangat besar terhadap munculnya kebingungan akan sistem dan tata cara pemilu kita.  Regulasi dalam Pemilihan Umum merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan Pemilu tahun 2009. Pemilu yang sukses mengindikasikan bahwa pembangunan dalam suatu negara berhasil dilaksanakan dengan sukses pula. Ini berarti bahwa negara tersebut berhasil mengantisipasi perubahan dalam proses pengelolaan pembangunan, sekaligus mengoreksi kelemahan-kelemahan yang ada,  dan sanggup membawa pembangunan pada sasaran dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan. Di Indonesia, kesemuanya itu bertumpu pada 4 (empat) pilar, yaitu Dasar Negara Pancasila sebagai idiologi bangsa, Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Bagaimana penerapan regulasi dalam Pemilu 2009 agar dapat mempertahankan pembangunan berkelanjutan? Jawaban atas pertanyaan ini merupakan kunci sukses dalam pembangunan yang telah, sedang dan akan terus dilakukan oleh pemimpin bangsa, dalam hal ini adalah pemerintah sebagai leader, beserta seluruh komponen bangsa kita. Perubahan paradigma dan perilaku dalam penerapan regulasi pada Pemilu termasuk faktor esensial untuk mengatasi permasalahan-permasalahan, termasuk dalam pengelolaan konflik. Dalam hal ini, perubahan regulasi tidak hanya pada komitmen dan kebijakan politik yang lebih pro-aktif untuk menyelamatkan dan mencegah terjadinya konflik antar peserta Pemilu lebih jauh. Perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan juga merupakan aspek strategis untuk mengatasi kondisi suatu bangsa dan negara. Selain karena kesalahan cara pandang dan perilaku manusia, keterpurukan suatu negara juga dapat disebabkan oleh kegagalan pemerintah, yang antara lain adalah:
  1. kegagalan dalam memilih model pemerintahan;
  2. kegagalan pemerintah dalam memainkan peran sebagai penjaga kepentingan bersama;
  3. kegagalan pemerintah dalam membangun suatu penyelenggaraan pemerintah yang baik; dan
  4. terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap berbagai ketentuan formal dibidang politik.   
Memperhatikan fakta-fakta tersebut, segenap komponen bangsa telah sepakat untuk mengatasi  penyimpangan perilaku dengan mengedepankan supremasi hukum sebagai ujung tombak untuk mengatasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), karena pemberantasan KKN dan penegakkan hukum merupakan salah satu syarat terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu diperlukan adanya pemerintahan yang bersih (clean government). Dengan terbangunnya komitmen tersebut, regulasi dalam Pemilu 2009 diharapkan akan dapat diterapkan dan dipatuhi oleh seluruh komponen masyarakat secara bersama-sama sehingga akan berdampak pada tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Pelaksanaan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan diselenggarakan pada setiap lima tahun sekali, serta dilaksanakan di seluruh wilayah NKRI sebagai satu kesatuan. Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD

Pemilu dan Perkembangannya
Dalam pada itu, hakekat Pemilu sejak tahun 1955 sampai pascareformasi 98 cenderung mengalami perubahan, terutama sejak adanya amandemen UUD 1945. Sebagai pelaksanaan UUD 1945 dan perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD, telah disahkan Undang-Undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD yang intinya mengatur tahapan Pemilu, peserta Pemilu, persyaratan Parpol peserta Pemilu, pemutakhiran data kependudukan, kampanye dan pemungutan suara. Selain itu, dalam Undang–Undang tersebut juga diatur mengenai peranan perempuan dalam Pemilu 2009 dengan diakomodirnya keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% pada kepengurusan parpol tingkat pusat dan setiap daftar balon paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Artinya, dalam setiap 3 orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 orang perempuan.
Dalam rangka pembangunan politik dalam negeri dan sejak Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, berdasarkan pengalaman pelaksanaan dua kali Pemilu tersebut, pemerintah dan DPR-RI senantiasa melakukan perbaikan regulasi politik khususnya undang-undang Pemilu. Prinsip-prinsip umumnya adalah melakukan perbaikan kelemahan pasal-pasal tertentu dari undang-undang yang sudah ada; sinkronisasi seluruh undang-undang bidang politik; melanjutkan konsolidasi demokrasi berdasarkan UUD 1945; dan memantapkan sistem pemerintahan presidensiil.
Ada 5 (lima) Undang-Undang bidang politik yang telah disusun/ditata kembali. Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan Rancangan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD masih sedang dalam proses pembahasan di tingkat Panja.
Dari semua produk perundang-undangan bidang politik tersebut, satu hal yang harus kita pahami bahwa Pemilu dilaksanakan oleh Penyelenggara Pemilu yang selanjutnya disebut Komisi Pemilihan Umum. Dalam hubungan ini Pemerintah memberikan dukungan dan fasilitasi, bukan masuk pada tatanan pelaksanaan teknis Pemilu.
Semuanya bermuara pada ketahanan politik dalam negeri yang mencakup; a) Sistem dan Implementasi Politik; Kelembagaan Politik Pemerintahan; Kelembagaan Partai Politik; b) Budaya dan Pendidikan Politik; c) Fasilitasi Pemilihan Umum; d) Fasilitasi Pemilihan Presiden; e) Fasilitasi Pemilihan Kepala Daerah. Meskipun demikian, keberhasilan penyelenggaraan Pemilu secara nasional tetap menjadi tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Presiden.  Inilah, dasar pertimbangannya pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri mengupayakan terbentuknya Desk Pilkada dan Desk Pemilu sebagai bentuk pengawalan atas tahapan Pemilu demi terciptanya Pemilu yang damai, tenteram dan tetap terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa.

Tahapan Pemilu, Kampanye, dan Penetapan Kursi DPR
Di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, telah ditetapkan 10 tahapan Pemilu, yaitu: (1) Pemutakhiran data pemilih; (2) Pendaftaran peserta Pemilu; (3) Penetapan peserta Pemilu; (4) Penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan; (5) Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota; (6) Masa kampanye; (7) Masa tenang; (8) Pemungutan suara dan penghitungan suara; (9) Penetapan hasil Pemilu; dan (10) Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR, dan DPD. Keseluruhan tahapan Pemilu ini akan diselesaikan dalam waktu 17 (tujuh belas) bulan, yang dimulai dari penyerahan DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) pada tanggal 5 April 2008 oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri kepada Ketua KPU, sebagai bahan untuk penyusunan daftar pemilih. Tahapan Pemilu ini akan berakhir pada saat pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD  yang dijadwalkan pada tanggal 1 Oktober 2009. Ketentuan kampanye Pejabat Negara berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada pasal 85 Ayat 1, 2, dan 3 diatur sebagai berikut:  (1)     Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
  • a.    Tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
  • b.    Menjalani cuti di luar tanggungan negara.

(2)    Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.
Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal 86 ayat (1), dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas adanya pelanggaran larangan kampanye oleh pelaksana dan peserta kampanye, maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menjatuhkan denda kepada pelaksana dan peserta kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan ayat (3). Kemudian dalam ayat (2), denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan ke kas negara.
Pelaksanaan kegiatan kampanye dimulai sejak tanggal 12 Juli 2008 sampai dengan tanggal 5 April 2009. Saat ini kita sudah memasuki tahap keenam, yaitu tahap kampanye pemilu. Dari seluruh tahapan Pemilu, kampanye merupakan tahapan yang paling lama periodisasinya, yaitu selama 9 (sembilan) bulan, dimulai dari tanggal 12 Juli 2008 (3 hari setelah penetapan Parpol peserta pemilu oleh KPU) sampai dengan tanggal 5 April 2009 (3 hari sebelum pemungutan suara yang dijadwalkan pada tanggal 9 April 2009).
Pengaturan tentang kampanye terbagi atas: pengaturan tentang kampanye pemilu; materi kampanye; metode kampanye; larangan dalam kampanye; pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye; pemasangan alat peraga kampanye; peranan Pemerintah, TNI dan Polri dalam kampanye; pengawasan atas pelaksanaan kampanye; dan dana kampanye pemilu. Dalam hal kampanye Pemilu, telah diatur tentang pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye.
Pelaksana kampanye meliputi pengurus Parpol, calon anggota DPR dan DPRD, juru kampanye, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta Pemilu, serta calon anggota DPD. Peserta kampanye meliputi seluruh anggota masyarakat, sedangkan petugas kampanye adalah seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye. Khusus kegiatan kampanye dalam bentuk rapat umum di ruang terbuka yang mengerahkan massa dalam jumlah besar diatur pelaksanaannya hanya selama 21 hari dimulai pada pertengahan bulan Maret 2009 dan berakhir 1 hari sebelum masa tenang, yaitu tanggal 5 April 2009.
Mengenai larangan dalam kampanye, telah diatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pelaksana, peserta dan petugas kampanye; antara lain berupa larangan mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945, menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat, serta berbagai bentuk larangan lainnya. Dengan berakhirnya masa kampanye nanti, tahapan Pemilu akan memasuki masa tenang yang berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari atau tanggal pemungutan suara.

Untuk penetapan kursi DPR, Parpol peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% dari suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Sedangkan untuk penentuan perolehan kursi DPRD, langsung dihitung dari suara sah yang diperoleh. Calon terpilih anggota DPR dan DPRD ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% dari Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP). Keseluruhan proses penyelenggaraan Pemilu legislatif diakhiri dengan tahap Pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD yang akan dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2009.

Parpol Peserta Pemilu 2009 dan Bantuan Keuangan
Pemilu Tahun 2009 diikuti oleh semua Parpol yang memiliki kursi di DPR dan Parpol baru yang berstatus badan hukum dari Dephukham yang lolos verifikasi KPU, yang keseluruhannya berjumlah 44 Partai Politik, termasuk 6 Partai Politik Lokal di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan peserta Pemilu tahun 2004 yang berjumlah 24 Partai Politik.  Pemilu Tahun 2009 akan diikuti oleh 38 (tiga puluh delapan) parpol peserta pemilu, yaitu (1) Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), (2) Partai Karya Peduli Bangsa, (3) Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, (4) Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), (5) Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA), (6) Partai Barisan Nasional, (7) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, (8) Partai Keadilan Sejahtera, (9) Partai Amanat Nasional, (10) Partai Perjuangan Indonesia Baru, (11) Partai Kedaulatan, (12) Partai Persatuan Daerah, (13) Partai Kebangkitan Bangsa, (14) Partai Pemuda Indonesia, (15) Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, (16) Partai Demokrasi Pembaruan, (17) Partai Karya Perjuangan, (18) Partai Matahari Bangsa, (19) Partai Penegak Demokrasi Indonesia, (20) Partai Demokrasi Kebangsaan, (21) Partai Republik Nusantara (RepublikaN), (22) Partai Pelopor, (23) Partai Golkar, (24) Partai Persatuan Pembangunan, (25) Partai Damai Sejahtera, (26) Partai Nasional Banteng Kerakyatan Indonesia, (27) Partai Bulan Bintang, (28) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, (29) Partai Bintang Reformasi, (30) Partai Patriot, (31) Partai Demokrat, (32) Partai Kasih Demokrasi Indonesia, (33) Partai Indonesia Sejahtera, (34) Partai Kebangkitan Nasional Ulama, (35) Partai Merdeka, (36) Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, (37) Partai Sarikat Indonesia, dan (38) Partai Buruh.
Di samping itu ada 6 (enam) parpol lokal di NAD, yakni (1) Partai Aceh, (2) Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS), (3) Partai Bersatu Aceh (PBA), (4) Partai Daulat Atjeh (PDA), (5) Partai Rakyat Aceh (PRA), (6) Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA). Partai lokal tersebut hanya dibentuk di Provinsi NAD yang akan memilih Anggota DPR A (Aceh) dan DPR K (Kab/Kota). Partai lokal di Provinsi NAD dibentuk berdasarkan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Otonomi Khusus di NAD dan PP No. 11 tahun 2007 tentang Parpol Lokal di Aceh.
Berdasarkan PP No. 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Parpol yang telah selesai direvisi dan diganti dengan PP No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Parpol, bantuan keuangan Parpol dari Pemerintah diberikan untuk kelancaran Administrasi Sekretariat Parpol dan penggunaannya diperiksa/diaudit oleh BPK, selanjutnya dilaporkan kepada Mendagri. Bantuan keuangan kepada parpol pada tahun 2009 dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, untuk tahap pertama bantuan keuangan diberikan berdasarkan PP No. 29 Tahun 2005 dengan besarannya Rp. 21 Juta per kursi Anggota DPR RI hasil Pemilu Tahun 2004, selanjutnya tahap kedua bantuan keuangan diberikan berdasarkan PP No. 5 Tahun 2009, yang besarannya menggunakan formulasi jumlah bantuan APBN/APBD Tahun Anggaran sebelumnya dibagi jumlah perolehan suara anggota DPR RI hasil Pemilu 2004 yang mendapatkan kursi di DPR RI.

Fasilitas Pemilu 2009
Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional ini mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilu mencakup seluruh wilayah negara kesatuan RI. Lembaga KPU ini menjalankan tugas secara berkesinambungan, dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri KPU dalam menyelenggarakan dan melaksanakan Pemilu bebas dari pengaruh pihak manapun. Selanjutnya dengan wilayah Indonesia yang begitu luas, jumlah penduduk yang besar dan menyebar ke seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas permasalahan tertentu, penyelenggara pemilu dituntut untuk profesional, memiliki kredibilitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya sesuai dengan Pasal 121 UU 22/2007, bahwa untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajibannya, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah dan pemerintah daerah serta memperoleh bantuan dan fasilitas, baik dari pemerintah maupun dari pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan kewajiban daerah sesuai Pasal 22 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang bunyinya pada point a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI, dan c. mengembangkan kehidupan Demokrasi.
Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilu 2009, sebagai tindak lanjut dari UU tersebut, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2009 tentang Bantuan Fasilitas Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2009. Bantuan dan fasilitas pemerintah daerah dimaksud mencakup pengaturan tentang penugasan personil dan penyediaan sarana ruangan.
Dalam kaitan ini Departemen Dalam Negeri telah menerima surat Ketua KPU Nomor: 908/15/V/2008 tertanggal 12 Mei 2008 dan Surat KPU Nomor: 2486/15/VIII/2008 tertanggal 5 Agustus 2008 tentang Permohonan Bantuan dan Fasilitasi Pemilu 2009.
Berdasarkan permintaan tersebut maka Departemen Dalam Negeri memandang perlu adanya suatu koordinasi dengan seluruh jajaran Pemerintah Daerah untuk menginventarisir sekaligus mengkoordinasikan berbagai persiapan pemilu 2009 di masing-masing daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi riil tentang berbagai persiapan dan bentuk bantuan maupun fasilitas yang diperlukan untuk lancarnya pemilu 2009. Semua ini adalah sejalan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 27 ayat (1) huruf d, bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai kewajiban melaksanakan kehidupan demokrasi.

Sengketa Pemilu dan Penyelesaiannya

Pelanggaran Pemilu memiliki dua kategori, yakni pelanggaran administrasi Pemilu dan pelanggaraan pidana Pemilu. Dalam hal terjadi pelanggaran administrasi Pemilu, berdasarkan laporan dari masyarakat, pemantau Pemilu, dan peserta Pemilu, maka Bawaslu/Panwaslu meneruskan laporan tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota untuk penyelesaiannya. Sedangkan untuk penyelesaian pelanggaran pidana Pemilu dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Dalam hal ini, berdasarkan laporan dari masyarakat, pemantau Pemilu, dan peserta Pemilu, maka  Bawaslu/Panwaslu meneruskan laporan tersebut kepada kepolisian. Prosedur penyelesaiannya adalah penyidikan oleh Kepolisian paling lama  14 hari sejak menerima laporan dari Bawaslu/Panwaslu untuk kemudian diserahkan kepada Penuntut Umum. Selanjutnya Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri paling lama 5 hari sejak menerima berkas perkara dari kepolisian. Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu paling lama 7 hari setelah pelimpahan berkas perkara dari Penuntut Umum. Dalam hal terhadap putusan Pengadilan Negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 hari seteleh putusan dibacakan. Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi paling lama 3 hari setelah permohonan banding diterima. Selanjutnya Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 hari seteleh permohonan banding diterima. Putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak ada upaya hukum lain. Khusus untuk perselisihan hasil Pemilu antara KPU dan peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional, peserta Pemilu dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi. Selain itu, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 telah mengatur penyelesaian sengketa Pemilu hanya sampai pada tingkat Banding di Pengadilan Tinggi, sehingga tidak ada upaya hukum Kasasi apalagi Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Hukum acara penyelesaian pelanggaran pidana Pemilu juga diatur dengan waktu yang super singkat, tidak sama dengan Hukum Acara biasa. Harapan dari kesemuanya itu adalah agar kepastian hukum dalam Pemilu 2009 akan cepat terwujud dan dapat selesai sebelum para anggota DPR, DPD, dan DPRD dilantik pada tahun 2009.

Sabtu, 06 September 2014

KEBERAGAMAN & TOLERANSI BERAGAMA PADA KEHIDUPAN SOSIAL DI INDONESIA (by Arif Styawan)

KEBERAGAMAN & TOLERANSI BERAGAMA PADA KEHIDUPAN SOSIAL DI INDONESIA
A.      Defenisi agama Agama 
Defenisi agama agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskertaāgama yang berarti “tradisi”.[1]. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal daribahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya
B.       Macam-macam agama
1.      Islam
2.      Kristen
3.      Hindu
4.      Buddha
5.      Kristen katolik
6.      Konghuchuprotestan
1.      Agama islam— Islam— Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslimterbanyak di dunia, dengan 85% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera .Sedangkan di wilayah timur Indonesia, persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat. Sekitar 98% Muslim di Indonesia adalah penganut aliran Sunni Sisanya, sekitar dua juta pengikut adalah Syiah(di atas satu persen), berada di Aceh.— Sejarah Islam di Indonesia sangatlah kompleks dan mencerminkan keanekaragaman dan kesempurnaan tersebut kedalam kultur. Pada abad ke-12, sebagian besar pedagang orang Islam dari India tiba di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Hindu yang dominan beserta kerajaan Buddha, seperti Majapahit dan Sriwijaya, mengalami kemunduran, dimana banyak pengikutnya berpindah agama ke Islam. Dalam jumlah yang lebih kecil, banyak penganut Hindu yang berpindah ke Bali, sebagian Jawa dan Sumatera. Dalam beberapa kasus, ajaran Islam di Indonesia dipraktikkan dalam bentuk yang berbeda jika dibandingkan dengan Islam daerah Timur Tengah— Ada pula sekelompok pemeluk Ahmadiyah yang kehadirannya belakangan ini sering dipertanyakan. Aliran ini telah hadir di Indonesia sejak 1925. Pada 9 Juni 2008, pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah surat keputusan yang praktis melarang Ahmadiyah melakukan aktivitasnya ke luar. Dalam surat keputusan itu dinyatakan bahwa Ahmadiyah dilarang menyebarkan ajarannya.[ kembali
2.      Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke- 16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat pada abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara. Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota.Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh, di pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah Protestan, terutama di Tana Toraja, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, Sekitar 75% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan desa atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, tergantung pada keberhasilan aktivitas para misionaris.Di Indonesia, terdapat tiga provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua, Ambon,dan Sulawesi Utara dengan 90%,91%,94% dari jumlah penduduk. Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli.Di Ambon, ajaran Protestan mengalami perkembangan yang sangat besar. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-18. Saat ini, kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Sepuluh persen lebih-kurang; dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen Protestan. Kembali
3.      Hindu,— Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit. Candi Prambanan adalah kuil Hindu yang dibangun semasa kerajaan Majapahit, semasa dinasti Sanjaya. Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M, ketika kerajaan Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal sebagai periode Hindu-Indonesia, bertahan selama 16 abad penuh.— Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di dunia.Sebagai contoh, Hindu di Indonesia, secara formal ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah menerapkan sistem kasta. Contoh lain adalah, bahwa Epos keagamaan Hindu Mahabharata (Pertempuran Besar Keturunan Bharata) dan Ramayana (Perjalanan Rama), menjadi tradisi penting para pengikut Hindu di Indonesia, yang dinyatakan dalam bentuk wayang dan pertunjukan tari. Aliran Hindu juga telah terbentuk dengan cara yang berbeda di daerah pulau Jawa, yang jadilah lebih dipengaruhi oleh versi Islam mereka sendiri, yang dikenal sebagai Islam Abangan atau Islam Kejawen.— Semua praktisi agama Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak orang umum, kebanyakan adalah Lima Filosofi: Panca Srada. Ini meliputi kepercayaan satu Yang Maha Kuasa Tuhan, kepercayaan di dalam jiwa dan semangat, serta karma atau kepercayaan akan hukuman tindakan timbal balik. Dibanding kepercayaan atas siklus kelahiran kembali dan reinkarnasi, Hindu di Indonesia lebih terkait dengan banyak sekali yang berasal dari nenek moyang roh. Sebagai tambahan, agama Hindu disini lebih memusatkan pada seni dan upacara agama dibanding kitab, hukum dan kepercayaan.— Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2006 adalah 6,5 juta orang), sekitar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan nomor empat terbesar. Namun jumlah ini diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). PHDI memberi suatu perkiraan bahwa ada 18 juta orang penganut Hindu di Indonesia. Sekitar 93 % penganut Hindu berada di Bali. Selain Bali juga terdapat di Sumatera, Jawa, Lombok, dan pulau Kalimantan yang juga memiliki populasi Hindu cukup besar, yaitu di Kalimantan Tengah, sekitar 15,8 % (sebagian besarnya adalah Hindu Kaharingan, agama lokal Kalimantan yang digabungkan ke dalam agama Hindu). kembali
4.      Buddha,— Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. [30]Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu, sejumlah kerajaan Buddha telah dibangun sekitar periode yang sama. Seperti kerajaan Sailendra, Sriwijaya dan Mataram. Kedatangan agama Buddha telah dimulai dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad pertama melalui Jalur Sutra antara India dan Indonesia. Sejumlah warisan dapat ditemukan di Indonesia, mencakup candi Borobudur di Magelang dan patung atau prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.— Mengikuti kejatuhan Soekarno pada pertengahan tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan lagi pengakuan akan satu Tuhan (monoteisme). Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi (Persatuan Buddha Indonesia), Bhikku Ashin Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu dewata tertinggi, Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan sejarah di belakang versi Buddha Indonesia pada masa lampau menurut teks Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur.— Menurut sensus nasional tahun 2000, kurang lebih dari 2% dari total penduduk Indonesia beragama Buddha, sekitar 4 juta orang. Kebanyakan penganut agama Buddha berada di Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat agama konghucu dan Taoisme tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka dianggap sebagai penganut agama Buddha. Kembali
5.      Kristen katolik— Umat Katolik Perintis di Indonesia: 645 – 1500— Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto. Untuk mengerti fakta ini perlulah penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar dalam jangka waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku “Daftar berita-berita tentang Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya”. yang memuat berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia, Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia.— Dengan terus dilakukan penyelidikan berita dari Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia. Di Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan Murni Maria kembali
6.      Konghuchu,— Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia (sekarang Jakarta).— Setelah kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia terikut oleh beberapa huru-hara politis dan telah digunakan untuk beberapa kepentingan politis. Pada 1965, Soekarno mengeluarkan sebuah keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, di mana agama resmi di Indonesia menjadi enam, termasuklah Konghucu. Pada awal tahun 1961, Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia (PKCHI), suatu organisasi Konghucu, mengumumkan bahwa aliran Konghucu merupakan suatu agama dan Confucius adalah nabi mereka. Kembali
C.      Toleransi beragama dalam kehidupan 
hidup dalam negara yang penuh keragaman, baik dari suku, agama, maupun budaya. Untuk hidup damai dan berdampingan, tentu dibutuhkan toleransi satu sama lain. Toleransi adalah perilaku terbuka dan menghargai segala perbedaan yang ada dengan sesama. Biasanya orang bertoleransi terhadap perbedaan kebudayaan dan agama. Namun, konsep toleransi ini juga bisa diaplikasikan untuk perbedaan jenis kelamin, anakanak dengan gangguan fisik maupun intelektual dan perbedaan lainnya. Toleransi juga berarti menghormati dan belajar dari orang lain, menghargai perbedaan, menjembatani kesenjangan budaya, menolak stereotip yang tidak adil, sehingga tercapai kesamaan sikap dan Toleransi juga adalah istilah dalam konteks sosialbudaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya.Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas, misalnya partai politikorientasi seksual, dan lain-lain
Ada tiga macam sikap toleransi, yaitu:
1.      Negatif : Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena dalam keadaan terpaksa. Contoh : PKI atau orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zaman Indonesia baru merdeka.
2.      Positif : Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai. Contoh : Anda beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai.
3.      Ekumenis : Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri. Contoh :  Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau pamahaman.
MARILAH kita renungkan dan amati suasana peri kehidupan bangsa Indonesia. Kita harus merasa bangga akan tanah air kita dan juga kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita telah dikaruniai tanah air yang indah dengan aneka ragam kekayaan alam yang berlimpah ditambah lagi beraneka ragam suku, ras, adat istiadat, budaya, bahasa, serta agama dan lain-lainnya. Kondisi bangsa Indonesia yang pluralistis menimbulkan permasalahan tersendiri, seperti masalah Agama, paham separatisme, tawuran ataupun kesenjangan sosial. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kerukunan hidup antar umat beragama harus selalu dijaga dan dibina. Kita tidak ingin bangsa Indonesia terpecah belah saling bermusuhan satu sama lain karena masalah agama.Toleransi antar umat beragama bila kita bina dengan baik akan dapat menumbuhkan sikap hormat menghormati antar pemeluk agama sehingga tercipta suasana yang tenang, damai dan tenteram dalam kehidupan beragama termasuk dalam melaksanakan ibadat sesuai dengan agama dan keyakinannya Melalui toleransi diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban serta keaktifan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati itu akan terbina peri kehidupan yang rukun, tertib, dan damai.
Contoh pelaksanaan toleransi antara umat beragama dapat kita lihat seperti:
1.      Membangun jembatan,
2.      Memperbaiki tempat-tempat umum,
3.      Membantu orang yang kena musibah banjir,
4.      Membantu korban kecelakaan lalu-lintas.
Jadi, bentuk kerjasama ini harus kita wujudkan dalam kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan dan tidak menyinggung keyakinan agama masing-masing. Kita sebagai umat beragama berkewajiban menahan diri untuk tidak menyinggung perasaan umat beragama yang lain. Hidup rukun dan bertoleransi tidak berarti bahwa agama yang satu dan agama yang lainnya dicampuradukkan. Jadi sekali lagi melalui toleransi ini diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban, serta keaktifan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati itu, akan terbina peri kehidupan yang rukun, tertib, dan damai. Dalam kehidupan sehari-hari Anda, apakah contoh-contoh toleransi antar umat beragama seperti diuraikan di atas telah Anda lakukan? Jika Anda telah melakukannya berarti Anda telah berperilaku toleran dan saling menghargai. Tetapi jika Anda tidak melakukannya berarti Anda tidak toleran dan tidak saling menghargai. Sikap seperti itu harus dijauhi.
Toleransi dalam berbagai kehidupan, Dunia sekarang sedang  diuji oleh kelaparan dan kemiskinan dari satu segi dan di segi lain dengan penghamburan kekayaan dan kesombongan. Banyak manusia saat ini sudah lupa akan peristiwa sejarah masa lalu yang kelam, dunia dirusak oleh manusia-manusia yang serakah. Contoh seperti Perang Dunia I, Perang Dunia II. Pada tanggal 11 September 2001, dunia dikejutkan kembali oleh sebuah peristiwa yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia, yaitu peristiwa pemboman gedung WTC di Amerika. Tetapi yang anehnya lagi sungguh suatu perbuatan yang tidak berperi kemanusiaan yaitu negara Amerika beserta sekutunya menyerang Afganistan yang banyak menelan korban penduduk sipil tak berdosa. Lalu bagaimana dengan negeri kita Indonesia? Masihkah Anda ingat yaitu peristiwa yang memalukan bangsa kita, yang seharusnya tidak perlu terjadi. Negara dan bangsa Indonesia pernah digoncang oleh perpecahan yang berawal dari kemajemukan masyarakat. Di dalam kemajemukan itu ada kelompok-kelompok tertentu yang mau memisahkan diri dari negara kesatuan. Konflik-konflik tersebut dapat terjadi karena satu faktor perbedaan, misalnya faktor agama. Namun tidak jarang perpecahan itu disebabkan oleh beberapa faktor secara bersama, misalnya kerusuhan ras yang ditunjang oleh perbedaan kondisi ekonomi, agama, dan budaya. Cobalah Anda renungkan mengapa terjadi peristiwa perkelahian, tawuran bahkan permusuhan antar etnis di negeri kita. Contoh di Aceh, peristiwa di Sampit, Sambas, Ambon dan lain-lainnya yang kalau ditulis sungguh memalukan dan memilukan hati dan perasaan kita. Dari contoh peristiwa yang tidak semuanya disebutkan itu, bagaimana menurut pendapat Anda? Pasti Anda tidak menghendaki peristiwa itu terjadi bukan? Karena peristiwa itu apapun alasannya yang pasti akan menghancurkan masa depan anak-anak bangsa, martabat serta harga diri bangsa. Kita tidak ingin bangsa Indonesia terpecah-pecah saling bermusuhan satu sama lain karena masalah agama. Kita ingin hidup tertib, aman, dan damai, saling menghormati dan saling menghargai agama dan keyakinan masing-masing. Untuk itu kita harus dapat menciptakan kehidupan umat beragama yang serasi, selaras, dan seimbang, sebagai umat beragama, sebagai masyarakat maupun warga negara.
Di era reformasi menuju Indonesia baru mari kita berupaya semakin meningkatkan kualitas hidup. Salah satunya adalah bagaimana seharusnya kita bina atau menjalin hubungan toleransi dengan benar. Kita perlu dan wajib membina dan menjalin kehidupan yang penuh dengan toleransi. Apalagi kita sebagai manusia, secara kodrat tidak bisa hidup sendiri. Hal ini berarti seseorang tidak hidup sendirian, tetapi ia berteman, bertetangga, bahkan ajaran agama mengatakan kita tidak boleh membedakan warna kulit, ras, dan golongan. Sikap dan perilaku toleransi dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, di manapun kita berada, baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, bahkan berbangsa dan bernegara.



Di bawah ini saya akan memberikan contoh-contoh pengamalan toleransi dalam berbagai
aspek kehidupan.
Dalam Kehidupan Sekolah, Sama halnya dengan kehidupan keluarga. Kehidupan sekolah pun dibutuhkan adanya toleransi baik antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, kepala sekolah dengan murid, guru dengan murid maupun murid dengan murid. Toleransi tersebut dibutuhkan untuk terciptanya proses pembelajaran yang kondusif, sehingga tujuan dari pendidikan persekolahan dapat tercapai. Adapun contoh-contoh toleransi dalam kehidupan sekolah antara lain:
1.      Mematuhi tata tertib sekolah.
2.      Saling menyayangi dan menghormati sesama pelajar.
3.      Berkata yang sopan, tidak berbicara kotor, atau menyinggung perasaan orang lain.
Dalam Kehidupan di Masyaraka, Cobalah Anda renungkan dan Anda sadari mengapa terjadi peristiwa seperti tawuran antar pelajar di kota-kota besar, tawuran antar warga, peristiwa atau pertikaian antar agama dan antar etnis dan lain sebagainya. Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan cerminan dari kurangnya toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi toleransi dalam kehidupan di masyarakat antara lain, yaitu:
1.      Adanya sikap saling menghormati dan menghargai antara pemeluk agama.
2.      Tidak membeda-bedakan suku, ras atau golongan.
Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Kehidupan berbangsa dan bernegara pada hakikatnya merupakan kehidupan masyarakat bangsa. Di dalamnya terdapat kehidupan berbagai macam pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda. Demikian pula di dalamnya terdapat berbagai kehidupan antar suku bangsa yang berbeda. Namun demikian perbedaan-perbedaan kehidupan tersebut tidak menjadikan bangsa ini tercerai-berai, akan tetapi justru menjadi kemajemukan kehidupan sebagai suatu bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena itu kehidupan tersebut perlu tetap dipelihara agar tidak terjadi disintegrasi bangsa. Adapun toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain:
1.      Merasa senasib sepenanggungan.
2.      Menciptakan persatuan dan kesatuan, rasa kebangsaan atau nasionalisme.
3.      Mengakui dan menghargai hak asasi manusia.
KONSELOR : Dalam mengembangkan sikap Toleransis siswa :Menugaskan siswa Untuk : Mengunjungi teman saki, Manusia adalah insan sosial. Dengan demikian ia tidak bisa berdiri sendiri, satusama lainnya saling membutuhkan. Manusia yang satu dengan lainnya mempunyai corak yang berbeda, kendati demikian kedua-duanya mempunyai kepentingan yang sama dalam menjalani kehidupannya. Dalam mengejar kepentingan ada norma atau etika manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Contohnya manusia bergaul dengan sesamanya. Manusia harus bergaul, sebab pergaulan amat penting dan dibutuhkan, tanpa ini manusia belum lengkap menjalankan kehidupannya. Dengan lain perkataan manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi manusia harus bersatu. Pada uraian berikut ini saya akan menjelaskan kepada Anda apa yang seharusnya kita lakukan atau perbuat jika kita mengunjungi teman yang sedang sakit. Saya yakin Anda pasti sudah mengetahui bagaimana cara menjenguk orang sakit, dan apa yang harus dilakukan ketika menjenguk teman yang sedang sakit. Bila ada teman yang sedang sakit, sebaiknya yang Anda lakukan adalah: Meluangkan waktu untuk menjenguknya, apalagi kalau kenal dengan anggota keluarga yang lain. Sebab suasana itu akan membantu serta menghibur mereka.
Sewaktu Anda menjenguk teman yang sedang sakit, ada kemungkinan akan bertemu dengan kenalan yang sudah lama tidak saling bertemu. Seandainya ini terjadi, Anda harus tetap sadar dan dapat menahan diri. Jangan sampai pertemuan Anda dengan teman Anda sampai menciptakan kesan terlalu berisik atau gembira. Sebabnya mungkin teman Anda sakitnya parah atau koma. Ciptakanlah suasana yang tenang.
Hiburlah dengan kata-kata yang halus dan lembut. Berusahalah agar jangan ikut menangis, apalagi meratap. Bila keluarga yang bersangkutan tidak dapat menghentikan tangisnya, biarkan mereka menangis tapi ingatkan jangan sampai meratap.
         Jika tidak datang atau ingin mengucapkan sesuatu dengan kata-kata, jangan Anda menulis atau mengucapkan kata “Selamat”. Contoh “Selamat Berduka”. Seharusnya yang kita ucapkan adalah “Turut bersedih”, mudah-mudahan lekas sembuh. Tetapi teman yang sakit akhirnya meninggal dunia, maka ucapkanlah kata “Turut berdukacita”. Itu tandanya Anda turut merasakan kesedihan yang sedang diderita orang itu bukan malah mengucapkan selamat.
         Seandainya menurut kebiasaan atau budaya Anda bila menjenguk teman sakit tidak pantas kalau tidak membawa sesuatu, misalkan buah-buahan atau apa saja, boleh dibawa atau diberikan sepanjang tidak merugikan atau merepotkan Anda. Yang paling penting adalah kerelaan atau keikhlasannya.
Membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan, Pernahkah Anda merasa sendiri dan kesepian? Saya yakin Anda tidak pernah merasa kesepian dan kesusahan dalam hidup bukan? Sekarang perhatikanlah kembali uraian berikut ini. Manusia hanya akan mempunyai arti apabila hidup bersama-sama dengan manusia lainnya di dalam masyarakat. Seperti yang saya jelaskan tadi, memang sulit dibayangkan apabila manusia hidup menyendiri tanpa berhubungan dan bergaul dengan manusia lainnya. Bagaimana kalau kita sakit, atau rumah kita kebakaran atau musibah lain yang kita tidak ketahui kapan datang dan perginya. Oleh sebab itu mari kita hidup bermasyarakat, bekerjasama tolong menolong bahkan harus bersikap toleran dalam berbagai aspek kehidupan. Tentu Anda dapat memberikan contoh tentang hal itu, seperti misalnya ada seorang pengemis ke rumah Anda, Anda memberinya dengan ikhlas. Ada teman Anda yang meminjam pensil Anda dengan ikhlas memberikannya. Jika Anda melakukan semua itu berarti pola kehidupan tersebut telah Anda pahami dan Anda laksanakan.
Masalah masalah yang berkaitandengan isu sara dan alternatif penanggulanga, Wacana seputar kehidupan beragama beserta permasalahan yang selalu mengitarinya, dalam hal ini adalah masalah seputar pluralitas agama, merupakan permasalahan yang tidak dapat basi. Hal ini dikarenakan, masalah tersebut akan selalu ada selama masih ada manusia. Selain itu, masalah atau topik ini akan selalu aktual dan menarik untuk dikaji bagi siapa pun yang mencita-citakan terwujudnya perdamaian di bumi ini.
menyajikan wacana seputar pluralitas agama dan kerukunan umat beragama. Hal ini ditandai dengan penyajian materi yang cenderung merupakan sosialisasi gagasan seputar pluralitas dan inklusivitas keagamaan ditengah-tengah masyarakat. Hal ini tentunya dilakukan guna membina dan melestarikan kehidupan beragama yang damai, saling toleransi, saling menghormati dan saling menghargai.
Tidak hanya itu, keberadaan buku ini setidaknya dapat memperkaya dan memperluas wacana pluralitas agama dan kerukunan antarumat beragama. Pemfokusan pada wacana ini, selain sebagai sarana dialog tertulis, tentunya juga dapat menjadi sarana sosialisasi seputar gagasan pluralitas dan inklusivitas keagamaan ditengah kehidupan masyarakat. Selain itu, kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi penyejuk bagi hubungan antar umat beragama yang beberapa waktu terakhir mengalami gangguan bersamaan dengan terkoyaknya kehidupan sosial-politik dan ekonomi di bangsa ini.
Adapun hal-hal yang melatarbelakangi ditulisnya ini atau hal-hal yang menjadi alasan bahwa tema pluralitas dan kerukunan umat beragama menjadi hal yang menarik untuk dikaji adalah :
  1. Perlunya sosialisasi bahwa pada dasarnya semua agama datang untuk mengajarkan dan menyebarkan perdamaian dalam kehidupan umat manusia.
  2. Wacana agama yang menghargai pluralitas, toleran dan inklusif. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang penuh kasih sayang antar sesama manusia.
  3. Adanya kesenjangan antara cita-cita ideal agama-agama dengan realitas empirik kehidupan umat beragama di masyarakat.
  4. Semakin menguatnya kecenderungan eksklusivisme dan intoleransi pada sebagian masyarakat, yangmana nantinya hal ini dapat memicu terjadinya konflik dan permusuhan bernuansa SARA (agama).
  5. Perlunya mencari berbagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kerukunan dan perdamaian antar umat beragama.
Secara khusus, ini membahas seputar ide-ide tentang perdamaian dan kerukunan antar umat beragama, apapun agama itu. Selain itu, masalah seputar konflik-konflik yang berlabel agama dan masalah seputar dialog antar umat beragama turut menjadi perhatian utama dalam  ini.
yang berisi tulisan-tulisan terpilih harian Kompas sejak tahun 1996 hingga tahun 2000 ini terbagi menjadi empat (4) bagian. Yaitu :
Pada bagian pertama,  ini membahas tentang semangat pluralitas, toleransi dan inklusivitas dalam agama-agama. Di bagian ini, diutarakan bahwa pluralitas merupakan sebuah keniscayaan atau kepastian yang harus diterima secara positif dan dengan lapang dada. Terutama pada di negara demokrasi yang majemuk seperti Indonesia. Sehingga, diperlukan semangat nilai-nilai pancasila, seperti toleransi, rekonsiliasi (permufakatan), kesediaan untuk berdialog, kerja sama dan sikap inklusif serta pembangunan wacana yang tepat. Hal ini dilakukan agar perbedaan-perbedaan atau keanekaragaman ini menjadi sesuatu yang positif.
Pada bagian kedua, buku ini memberi kajian singkat seputar agama dan konflik dalam konteks sosial-politik, khususnya yang terjadi di Indonesia. Terutama terkait keadaan Indonesia yang dipenuhi oleh keanekaragaman. Adapun hal-hal yang ingin dijawab melalui bagian ini adalah penyebab konflik antar umat beragama (faktor agama ataukah faktor-faktor lainnya, seperti sosial, politik dan ekonomi), upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi konflik antar umat beragama, dan kebijakan pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama) untuk membangun kerukunan umat beragama.
Pada bagian ketiga,  ini mengulas seputar dialog antar umat beragama yang dikaitkan dengan cita-cita perdamaian yang diajarkan oleh semua agama. Dialog disini masih dipandang sebagai satu-satunya solusi bila terjadi pertentangan atau konflik. Adapun masalah-masalah yang ingin dipecahkan dalam bab ini adalah, bagaimana model-model dialog antar umat beragama, kendala yang dihadapi dalam dialog antar umat beragama, siapa saja yang harus dilibatkan dalam dialog antar umat beragama, dan upaya yang harus dilakukan agar dialog tidak sekedar seremonial serta mampu memberi pengaruh yang efektif.
Pada bagian keempat, ini membahas nilai-nilai kerukunan dalam doktrin agama-agama. Adapun hal-hal yang diulas yaitu, ajaran agama-agama yang menegaskan pentingnya kerukunan antar umat beragama dan semangat nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai tersebut setidaknya dapat dikaji dari ajaran ibadah dan hari raya keagamaan, khususnya perspektif Islam dan kristen.
Berdasarkan uraian singkat diatas,  ini setidaknya dapat menjadi sarana diskusi dan dialog yang baik. Terutama terkait hal-hal seperti pluralitas, inklusivitas, toleransi, konflik, dialog dan kerukunan antar umat beragama. Atau bahkan, buku ini dapat dijadikan referensi utama dalam upaya mewujudkan kerukunan dan kedamaian dalam hubungan antar umat beragama.
Contoh peristiwa terkait agama
Konflik di maluku
Pasca transisi politik 1998, Maluku mengalami pemekaran. Lewat Undang-undang Nomor 46 tahun 1999, provinsi Maluku Utara (Malut) resmi berdiri pada 12 Oktober 1999. Malut lalu dibagi ke dalam kabupaten/kota seperti: (1) Halmahera Barat, ibukota Jailolo; (2) Halmahera Tengah, ibukota Weda; (3) Kepulauan Sula, ibukota Sanana; (4) Halmahera Selatan, ibukota Labuha; (5) Halmahera Utara, ibukota Tobelo; (6) Halmahera Timur, ibukota Maba; (7) Ternate, ibukota Ternate; dan (8) Tidore Kepulauan, ibukota Soasiu. Sementara itu, Maluku terdiri atas sebelas kabupaten/kota, yaitu: (1) Kota Ambon; (2) Kota Tual; (3) Maluku Tengah, ibukota Masohi; (4) Maluku Tenggara, ibukota Langgur ; (5) Maluku Tenggara Barat, ibukota Saumlaki; (6) Aru, ibukota Dobo; (7) Buru, ibukota Namlea; (8) Seram Barat, ibukota Piru; (9) Seram Timur, ibukota Bula; (10) Maluku Barat Daya, ibukota Wonreli; (11) Buru Selatan, ibukota Namrole.
Deskripsi Konflik. Fase awal erupsi konflik Maluku (Ambon) pecah 19 Januari 1999 setelah dipicu perkelahian supir bus beretnis Ambon beragama Kristen dengan penumpang beretnis Bugis beragama Islam.[6] Konflik semakin intensif pada Juli 1999 dan ekstensif ke bagian-bagian provinsi Maluku lainnya hingga Januari 2000. Mulai saat itu, praktis Ambon terbelah menjadi zona-zona yang digarisi anutan agama.[7] Pada Mei 2000, konflik Ambon memasuki babak baru lewat dua perkembangan. Pertama, keterlibatan kekuatan bersenjata ke dalam kedua kelompok. Kedua, masuknya Lasykar Jihad dari Jawa yang berniat membantu saudara Muslimnya yang tertekan dalam konflik. Dengan ini, konflik Ambon bermetamorfosis menjadi konflik bersenjata di mana peralatan amatir seperti bom-bom rakitan dan senjata buatan digantikan dengan persenjataan profesional. Pihak Muslim yang awalnya defensif kini ofensif. Akibatnya, pada Juni 2000 Maluku dimasukkan ke dalam Darurat Sipil. Ribuan tentara dan Brimob diturunkan ke provinsi ini guna mengatasi konflik.
Lewat perjanjian damai Malino II Pebruari 2002, pihak-pihak yang bertikai sepakat menjalin perdamaian. Kendati demikian, erupsi-erupsi kecil tetap saja terjadi, terutama di Ambon. Misalnya, pada April 2004 saat empat puluh orang meninggal dalam kerusuhan mengiringi penaikan bendera RMS di kediaman Alex Manuputty (pemimpin Front Kedaulatan Maluku). Namun, hal yang cukup melegakan adalah, erupsi-erupsi yang muncul pasca perjanjian damai Malino II tidak bereskalasi sebanding erupsi sebelum Deklarasi.
Di provinsi Maluku Utara (Malut), durasi konflik utama relatif lebih singkat ketimbang Maluku. Erupsi-erupsi konflik terutama mengiringi pemisahan Malut dari Maluku menjadi provinsi mandiri. Konflik di Malut dibayangi rivalitas lama antara Kesultanan Ternate dengan Tidore. Awalnya, pada bulan Agustus 1999 konflik terbatas muncul di daerah Kao antara penduduk lokal dengan pemukim Makian. Pokok konflik berkisar pada kendali atas Malifut, kecamatan yang baru terbentuk. Lewat intervensi Sultan Ternate, konflik segera padam. Namun, saat provinsi Malut resmi terbentuk pada Oktober 1999 konflik kembali mencuat. Konflik yang belakangan ini juga lalu menyebar ke Ternate dan bagian lain provinsi baru. Sama seperti di Ambon, erupsi-erupsi konflik Malut pun secara umum seolah bernuansa agama dan etnis, kendati khusus di Malifut, konflik lebih banyak bernuansa etnis ketimbang agama.
Akibat gencarnya perang provokasi lewat aneka selebaran, pamflet, dan propaganda kedua kelompok, aliansi para elit di sekitar rival politik Sultan Ternate membentuk Tentara Putih, yang berdiri di sisi kelompok Muslim.[8] Mereka berhasil mendesak kelompok Kristen ke utara Ternate, lalu menyeberang ke Sulawesi Utara. Di Ternate, kelompok Kristen meminta suaka kepada Sultan Ternate yang hasilnya terbentuklah Tentara Kuning yang sifatnya lintas agama. Tentara Putih dikomposisikan kelompok-kelompok etnis asal Tidore, Makian, dan kaum migran dari Gorontalo. Tentara Kuning dikomposisikan para pendukung Sultan Ternate, elemen pendukung Golongan Karya, dan kalangan Kristen dari Halmahera yang secara tradisional adalah aliansi politik Sultan Ternate. Pertempuran kedua kelompok tentara pecah pada Desember 1999.
Setelah konflik berlarut, muncul isu bahwa pasukan jihad akan tiba di Galela (Halmahera), wilayah yang penduduknya mayoritas Muslim. Menurut isu yang lalu muncul mengiringi, pasukan ini akan membela warga Muslim yang tertekan di Tobelo. Akibatnya, pada bulan Desember 1999, pejuang kelompok Kristen mengalir dari Kao ke Tobelo dan menyerang kaum Muslim di sana. Di hari kemudian, kekerasan meledak di Galela, menyebar hingga Bacan, Obi, dan Morotai, Ibu, Sahu, dan Jailolo. Di Halmahera Selatan, kekerasan pecah Mei 2000 kala pasukan jihad (lokal, Ternate, Tidore) mengalami bentrokan di perkampungan Kristen. Akhirnya pada Juni 2000 Malut diberlakukan sebagai Darurat Sipil. Tentara tambahan dari pemerintah pun masuk ke provinsi baru ini. Hal yang melegakan adalah, konflik berhasil dilokalisir dan Malut relatif berangsur tenang sejak pemerintah dan para tokoh masyarakat terlibat proaktif mencari resolusi konflik..
Penyebab Konflik. Penyebab konflik di Maluku dan Maluku Utara dibagi menjadi tiga, seperti termuat dalam bagan.[9] Pertama, sebab-sebab struktural yang terdiri atas melemahnya struktur kekuasaan tradisional, ketimpangan horisontal, dan dampak kekuasaan otoritarian Orde Baru.[10] Kedua, sebab-sebab langsung yang terdiri atas krisis ekonomi dan proses desentralisasi serta demokratisasi. Ketiga, sebab-sebab pemicu atau trigger, yang terdiri atas perseteruan politik lokal dan aktivitas gang-gang kriminal (di Ambon) serta selebaran dan pampflet gelap (di Malut).[11]
 Anatomi Konflik di Maluku dan Malut
Sebab-sebab Struktural. Struktur kekuasaan tradisional di Maluku (Ambon) misalnya pela-gandong dan sasi. Pela-gandong adalah sumpah yang memungkinkan dua desa di Ambon untuk saling membantu. Dengan pela-gandong, penduduk kedua desa menggunakan Ambon sebagai sebagai atribut utama hubungan sosial. Sejak 1974, sistem kekuasaan tradisional di Ambon memudar seiring diberlakukannya undang-undang pemerintah pusat yang mengatur tentang desa. Lurah (kepala desa) menggantikan posisi negeri sebagai entitas geografis dan raja sebagai kepalanya. Pemberlakuan tata admnistrasi pemerintahan baru ini juga mengubah kohesi sosial masyarakat Ambon, yang perubahannya telah beroperasi sejak dua dekade sebelum erupsi kekerasan. Kekosongan kohesi sosial tradisional ini dengan mudah diisi ideologi nasional Indonesia (Pancasila) yang bersaing dengan akselerasi Kristenisasi dan Islamisasi di kalangan masyarakat Maluku. Masalah agama lalu menjadi ideologis sehingga mampu membelah masyarakatnya.
Di Maluku Utara, konflik cenderung sepi dan hubungan antar kelompok relatif baik karena di wilayah ini lembaga adat masih kuat mengkohesi masyarakat. Kohesi tradisional ini tercermin pada masih diakuinya aliansi-aliansi politik tradisional.[12] Sultan Tidore memiliki aliansi dan demikian pula Sultan Ternate. Bahkan, di Halmahera Timur (kecamatan Maba Selatan), sejumlah desa Kristen justru dilindungi oleh kelompok Muslim, dan diketahui bahwa wilayah tersebut banyak dihuni penduduk asli yang setia kepada Sultan Tidore. Ketika konflik muncul, kesepakatan damai dapat segera dibuat lewat intervensi para kepala desa dan pemimpin adat lokal dari pihak yang bertikai.
Ketimpangan ekonomi juga merupakan sebab struktural, yang kendati sifatnya tidak langsung, memberi sumbangan besar kepada erupsi konflik. Sejak era Belanda, kalangan Kristen Ambon menikmati privilese sosial, ekonomi dan politik. Perimbangan privilese ini terus bertahan hingga saat Suharto kehilangan dukungan sebagian perwira militer di tingkat pusat. Untuk mengisi kekosongan dukungan, Soeharto mencari gantinya pada kelompok Islam (modernis) dalam ICMI. Bukti yang paling meyakinkan adalah diangkatnya Habibie sebagai wakil presiden sejak 1993.
Perubahan pola kekuasaan neopatrimonial tingkat pusat, posisi pimpinan daerah menjadi sangat penting mengingat distribusi kekayaan daerah banyak yang masuk ke tingkat kabupaten/kota. Dalam proses distribusi di daerah, peran gubernur menjadi signifikan. Di Maluku, pergeseran elit – dan kemudian distribusi sumber daya daerah – diindikasikan dengan diangkatnya Aqib Latuconsina sebagai gubernur Ambon. Figur Aqib dianggap merepresentasikan kalangan Muslim dan sipil. Lewat pengaruh Aqib, maka pada tahun 1996 seluruh bupati di Maluku berasal dari kalangan Muslim: Bahkan di wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Kristen.
Kalangan Kristen di Maluku melihat status quo keuntungan ekonomi mereka menjadi labil. Mereka juga mempersepsikan banyak keuntungan ekonomi yang selama ini dinikmati akan jatuh kepada kelompok migran Muslim dari Sulawesi dan Jawa. Namun, pembalikan posisi ekonomi tidaklah revolutif melainkan berangsur-angsur, dan sesungguhnya telah jauh berlangsung sebelum Aqib menjadi Gubernur Maluku. Misalnya, disparitas pendidikan antar kelompok di Maluku yang pada 1991 berada di atas level 1,8 berubah menjadi di bawah 1,3 dan terus bertahan hingga 1997. Disparitas perumahan, yang berada di posisi 1,6 pada 1991, berubah menjadi di bawah 1,2 pada 1994 dan sedikit di bawah 1,1, pada 1997.[13] Kalangan Kristen di Ambon pun cukup menerima karena peningkatan tersebut merupakan bukti keberhasilan ekonomi daerah secara keseluruhan.
Namun, terdapat lonjakan dalam hal velocity (kecepatan) proses pembalikan keberuntungan ekonomi yang momentumnya berbarengan dengan peralihan politik di tingkat pusat: Dari kalangan sekular kepada kelompok Islam. Munculnya perimbangan baru level politik nasional berimbas pada tergesernya posisi kelompok Kristen di Ambon – yang awalnya dominan – menjadi setara. Hal ini memancing kegelisahan sosial dan ekonomi, terlebih kelompok Kristen memandang ketidakpastian status mereka di masa mendatang akibat kepemimpinan Aqib Latuconsina yang mereka anggap imbalance.
Situasi agak berbeda terjadi di Malut, di mana komposisi kelompok Islam meliputi 85% total populasi, sementara sisanya sebagian besar Protestan. Selain itu, sama seperti Maluku, di Malut juga banyak etnis-etnis migran seperti Jawa, Buton, Minang, Bugis, Gorontalo, dan Sunda. Tahun 1970 terjadi relokasi suku Makian (kebetulan beragama Islam) ke lokasi pemukiman suku Kao (kebetulan beragama Kristen) akibat aktivitas gunung berapi di Pulau Makian. Relokasi ini memunculkan kecurigaan di kalangan suku Kao bahwa terdapat agenda rahasia Islam – Islamisasi – di wilayah Kao. Kecurigaan ini semakin mengental sejak Soeharto mengalihkan dukungan politik kepada kelompok Islam modernis (dan setelah itu, rezimis menurut Robert W. Heffner). Ketegangan antar suku menguat kala pemerintah – tanpa rembug dengan wakil-wakil suku – membentuk kecamatan baru, Malifut. Kecamatan tersebut dimaksudkan untuk dihuni para migran dari suku Makian yang sebelumnya tinggal di pemukiman Kao. Hal ini dipandang suku Kao sebagai pengistimewaan atas suku Makian yang Muslim di mata pemerintah. Kekecewaan menjadi wajar karena wilayah yang digunakan untuk kecamatan Malifut adalah lima desa yang secara adat dibawah kekuasaan suku Kao. Selain itu, pembentukan kecamatan baru tersebut dianggap akan menghambat akses suku Kao ke arah selatan, ke arah saudara Kristiani mereka.
Sebab struktural terakhir adalah dampak kekuasaan otoritarian Orde Baru. Selama Orde Baru, pemerintah selalu menunjuk kalangan Kristen dan Muslim dari Jawa untuk menjadi pimpinan politik di Maluku. Kondisi ini memunculkan keuntungan relatif kalangan Kristen di Maluku, sekaligus ketidakberuntungan relatif kalangan Islamnya. Kepemimpinan politik lokal di Maluku pun mengikuti garis neopatrimonial dari Jakarta.[14] Dengan kecepatan tinggi perimbangan ini berubah, saat sejumlah perwira tinggi ABRI (dikenal sebagai ABRI merah-putih) mulai kritis terhadap Soeharto (terutama perilaku bisnis anak-anaknya). Untuk itu, Soeharto menjadi dukungan pengganti dengan merangkul Muslim modernis yang diwaliki kelompok ICMI. Di kalangan Angkatan Bersenjata, Soeharto mengimbangi kekuatan ABRI merah-putih dengan mendekati ABRI hijau (ABRI yang santri atau dekat dengan kalangan Islam). Ini adalah kebiasaan Soeharto yang baru untuk mengimbangi dan memecah kelompok-kelompok yang kritis kepadanya.
Hal yang kurang disadari Soeharto adalah dampak dari peralihan politik istana ini di daerah. Hubungan neopatrimonial dan sentralisasi kekuasaan, membuat apapun yang terjadi di pusat lekas terasa efeknya di daerah. Terjadi revolusi politik di Maluku. Gubernur yang biasanya dijabat kalangan militer dan beragama Kristen digantikan dengan yang Muslim dan non-militer. Kelompok Islam menganggap peralihan politik istana sebagai kesempatan mereka menciptakan perimbangan baru atas keuntungan relatif di Maluku. Kalangan Kristen berada dalam posisi yang defensif dan galau. Sebuah kondisi matang untuk erupsi konflik telah tercipta.
Di Maluku Utara kondisi sedikit berbeda. Sultan Ternate Muddafar Sjah (kebetulan anggota DPR dari Golkar) mengkombinasikan kuasa politik formal dan informal. Ternate berhasil menjaga kelestarian kesultanan turun-temurun. Konflik Malifut pun tidak lepas dari intervensi sultan. Di Malifut, terdapat tambang emas yang digarap oleh perusahaan Australia, New Crest Mining. Dengan terbentuknya Malifut, akan terjadi perubahaan tata-kelola distribusi keuntungan dari tambang tersebut. Inilah katalisator kuat pemicu konflik di kalangan Makian dan Kao, dan lebih jauh antara elit-elit politiknya.[15]
Rival politik Sultan Ternate adalah Bahar Andili, birokrat keturunan Gorontalo dan Makian. Bahar Andili punya dukungan kuat dari PPP (partai berbasis Islam) dan oleh kelompok Makian dianggap representasi Islam di dalam politik. Mereka memandang Sultan Ternate lebih condong pada kelompok Kristen, karena aliansi adat tradisionalnya. Dukungan atas Bahar Andili juga berasal dari Tidore, Makian, Bacan, dan Kayoa yang diantaranya sama-sama memiliki kisah masa lalu atas Ternate. Dukungan pada Sultan Ternate, selain Golkar, juga datang dari sebagian besar penduduk Islam dan Kristen di Halmahera Utara. Kegagalan Sultan Ternate dalam meresolusi konflik Malifut diantaranya muncul akibat pandangan orang Makian bahwa sultan lebih pro kelompok Kao.
Ketimpangan sosial di Maluku Utara sekaligus ada baik dalam pola tradisional maupun migran. Sultan mewakili kalangan tradisional yang lintas sekat keagamaan, sementara kalangan migran Muslim berkumpul di kelompok Bahar Andili. Aliansi sultan terkemuka dalam pembentukan tentara kuning yang bercorak lintas agama, sementara aliansi Bahar Andili tercermin dalam tentara putih yang menggunakan simbol-simbol Islam.
Krisis ekonomi merupakan fenomena umum di Indonesia secara keseluruhan. Pada umumnya, dampak langsung krisis ekonomi kurang terasa baik di Maluku maupun Malut. Memang terjadi penurunan GDP Maluku sebesar 6% dalam periode 1997 – 1998. Namun, penurunan ini terjadi lintas agama dan aneka etnis yang ada di Maluku. Krisis ekonomi, kendati harus dilakukan studi lebih lanjut, dipandang sebagai penguat kompetisi sumber daya ekonomi antar kelompok-kelompok yang bertikai di Maluku.[16]
Desentralisasi dan demokratisasi, punya pengaruh kuat atas erupsi konflik baik di Maluku maupun Malut. Di Maluku, desentralisasi dan demokratisasi mendorong munculnya ketidakpastian di kalangan status quo Maluku. Desentralisasi berakibat pada makin signifikannya peran kekuatan kelompok daerah (politik lokal) dalam mengontrol sumber-sumber daya alam Maluku. Demokratisasi memungkinkan penduduk daerah sendiri yang menentukan kepada siapa kontrol daerah akan diberikan, yang terutama diberikan kepada elit-elit asli di dalam daerah. Desentralisasi dan demokratisasi mendorong menguatnya mobilisasi massa mengikuti garis agama dan suku.
Di Malut, tambang emas di Malifut adalah bukti kuatnya faktor desentralisasi politik dalam konteks nasional atas konflik. Pembentukan kecamatan Malifut dipandang sebagai upaya salah satu kelompok (Makian) di daerah untuk memonopoli trickle-down-effect tambang emas yang dikelola New Crest Mining asal Australia. Pembentukan Malifut untuk Makian tidak diiringi pemberian kesempatan serupa bagi niat kelompok Kao untuk membentuk distrik sendiri. Kecemburuan dan kesan pengistimewaan suku mengentara dalam kasus Malifut, terutama dari pandangan Suku Kao sebagai penduduk asli. Bahar Andili selaku orang Makian dan representasi kalangan migran, dianggap berada di belakang pembentukan Malifut, yang lalu mendorong Sultan Ternate melibatkan diri ke dalam konflik Malifut.
Trigger atau pemicu konflik, baik di Maluku ataupun Malut tergolong sama. Di Maluku, konflik terbilang merembet cukup cepat. Kecepatan ini dipicu oleh kondisioning yang matang berupa rivalitas yang terjadi antara Aqib Latuconsina (representasi Muslim Maluku) dengan Freddy Latumahina (representasi Kristen Maluku). Gerry van Klinken mencatat, kedua saingan tersebut memiliki jaringan klien agama dan kelompok kriminalnya masing-masing. Keduanya telah pula menyusun langkah-langkah antisipatif dalam menyikapi insiden antara supir dengan penumpang di awal episode konflik Ambon ini.[17]
Di Malut, pengaruh konflik Ambon yang mengkatalisasi konflik ada dalam aras sentimen agama. Namun, tulis Graham Brown, penyebab utama erupsi adalah peredaran pampflet-pampflet gelap yang diproyeksikan kepada pimpinan sinode Gereja Protestan Maluku yang dituduh mengajak perang suci umat Kristen melawan umat Islam.[18] Peran provokator yang mirip dengan di Ambon dicurigai mengambil peran besar dalam konflik Malut, dan diyakini berasal dari agen yang sama.
Penyelesaian Konflik. Deklarasi Perdamaian Malino II merupakan tonggak penting dalam penyelesaian konflik Maluku dan Malut. Sebelum sampai kepada deklarasi, telah muncul inisiatif sejumlah kalangan di Maluku dan Malut sendiri untuk mengadakan penghentian kekerasan dan penciptaan perdamaian.[19]
Perdamaian Malino II tanggal 12 Pebruari 2002, merupakan upaya gabungan wakil-wakil masyarakat Maluku dari kelompok Islam dan Kristen, pemerintah pusat (diwakili Jusuf Kalla dan SBY), serta pemerintah daerah untuk menciptakan perdamaian. Tiga puluh lima wakil kelompok Islam dan tiga puluh lima wakil kelompok Kristen menandatangani deklarasi yang draft-nya disusun selama tiga hari di pegunungan sejuk Malino, Sulawesi Selatan. Bukti kehendak rakyat Maluku untuk damai adalah berlangsungnya Pemilu 2004 yang hampir tanpa masalah. Pemilu ditujukan untuk mencari pemimpin yang mampu membangun Maluku, apapun garis etnis dan agamanya. Demikian pula di Malut, di mana masyarakatnya berhasil menyelenggarakan pilkada gubernur secara damai pada 28 Oktober 2002 di mana Thaib Armayin dan Madjid Abdullah terpilih selaku pemimpin daerah Malut.
Nils Bubant menyatakan, aneka kekerasan yang terjadi di Maluku dan Malut bukanlah disebabkan oleh agama maupun etnisitas, melainkan proses desentralisasi. Kekuasaan Orde Baru yang berdurasi lama dan sentralistik membuat daerah kehilangan kemampuan aslinya dalam mengelola kuasa politik lokal secara mandiri. Dengan desentralisasi, kohesi politik yang alamiah lambat-laun akan terbentuk dan mampu menjembatani hubungan etnis dan agama secara lebih harmonis
Daftar pustaka