LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI KESEHATAN
“Ekosistem Pekarangan”
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Menurut arti katanya, pekarangan berasal ari kata
“karang” yang berarti halaman rumah (Poerwodarminto, 1976). Sedang secara luas,
Terra (1948) memberikan batasan pengertian sebagai berikut: “Pekarangan adalah
tanah di sekitar perumahan, kebanyakan berpagar keliling, dan biasanya ditanami
padat dengan beraneka macam tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk
keperluan sendiri sehari-hari dan untuk diperdangkan. Pekarangan kebanyakan
slng berdekaan, dan besama-sama membentuk kampung, dukuh, atau desa”.
Batasan
pengertian ini, di dalam praktek masih terus dipergunakan sampai sekitar dua
puluh tahun kemudian. Terbukti dari tulisan-tlisan Soeparma (1969), maupun
Danoesastro (1973), masih juga menggunakan definisi tersebut. Baru setelah
Soemarwoto (1975) yang melihatnya sebagai suatu ekosistem, berhasil memberikan
definisi yang lebih lengkap dengan mengatakan bahwa: “Pekarangan adalah
sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas
batas-batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih
mempunyai hubungan pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang
bersangkutan. Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi
hubungan sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika”.
(Danoesastro, 1978).
Ditinjau
dari segi sosial budaya, dewasa ini nampak ada kecenderungan bawa pekarangan
dipandang tidak lebih jauh dari fungsi estetikanya saja. Pandangan seperti ini
nampak pada beberapa anggota masyarakat pedesaan yang elah “maju”, terlebih
pada masyarakat perkotaan. Yaitu, dengan memenuhi pekarangannya dengan tanaman
hias dengan dikelilingi tembok atau pagar besi dengan gaya arsitektur “modern”.
Namun, bagi masyarakat pedesaan yang masih “murni”, justru masih banyak
didapati pekarangan yang tidak berpagar sama sekali. Kalaupun berpagar, selalu
ada bagian yang masih terbka atau diberi pinu yang mudah dibuka oleh siapapun
dengan maksud untuk tetap memberi keleluasaan bagi masyarakat umum untuk keluar
masuk pekarangannya.
Nampaknya,
bagi masyarakat desa, pekarangan juga mempunyai fungsi sebagai jalan umum
(lurung) antar tetangga, atar kampung, antar dkuh, ahkan antar desa satu dengan
yang lainnya. Di samping itu, pada setiap pekarangan terdapat”pelataran” (Jawa)
atau “buruan” (Sunda) yang dapat dipergunakan sebagai tempat bemain anak-anak sekampung.
Adanya kolam tempat mandi atau sumur di dalam pekarangan, juga dapat
dipergunakan oleh orang-orang sekampung dengan bebas bahkan sekaligus merupakan
tempat pertemuan mereka sebagai sarana komunikasi masa (Soemarwoto, 1978).
Jadi, bagi masyarakat desa yang asli, pekarangan bkanlah milik pribadi
yang”eksklusif”, melainkan juga mempunai fungsi sosial budaya di mana anggota
masyarakat (termasuk anak-anak) dapat bebas mempergunakannya untuk
keperluan-keperluan yang bersifat sosial kebudayaan pula.
Tetapi,
berbagai fungsi dari pekarangan yang begitu kompleks dan mencakup banyak segi
kehidupan manusia serta pelestarian lingkungan itu kan mengalami “erosi” yang
memprihatinkan karena sering hanya dijadikan korban untuk memenuhi alasan
“modernisasi”. Proyek-proyek pembangunan industri dan prasarana lain di desa
pinggiran sering kurang memperhitungkan bahwa, pembangunan kompleks perumahan
karyawannya yang terlampau mewah dibandingkan dengan perumahan penghuni asli
dan yang dipagar keliling rapat serta mewah pula itu merupakan isolasi bagi
masyarakat pendatang dengan lingkungannya yang bisa menimbulkan ketegangan
sosial dan kriminalitas.
Terlebih
jika pembangunan itu sendiri membutuhkan tanah urug yang harus diambilkan dari
tanah lapisan atas (top soil) pekarangan penduduk di sekitarnya. Penduduk asli
tidak saja menjadi kehilangan “lumbung hidup” atau “pangkalan induknya” karena
pekarangan dan tegalannya tidak produktif lagi, tetapi sekalgus kualitas
lingkungannya menjadi rusak karena daur ulang tidak lagi berlangsung lancar.
Pengaruh pembangunan yang kurang bijak, modernisasi perumahan yang
mengganti tanaman pekarangan menjadi tanaman hias dan agar hidup yang
berubah menjadi tembol atau tulang besi. Modernisasi memang harus tumbuh,
tetapi bukan dengan merusak lingkungan hidup.
Oleh karena
itu, kita harus mempelajari tentang ekosistem pekarangan karena hal tersebut
penting bagi kehidupan kita sehingga keseimbangan ekosistem yang ada tetap
terjaga dan tidak musnah.
1.
Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum yang telah kami laksanakan yaitu:
1.
Untuk mengetahui aliran energi yang terjadi pada
ekosistem pekarangan
2.
Untuk mengetahui rantai makanan atau jarring-jaring
makanan pada ekosistem pekarangan
3.
Untuk mengetahui komponen biotic penyusun ekosistem
pekarangan
4.
Untuk mengetahui komponen abiotik penyusun ekosistem
pekarangan
5.
Untuk mengetahui interaksi antar komponen-komponen
penyusun ekosistem pekarangan.
BAB II
MATERI DAN METODE
1.
Disiapkan buku lapangan dan dibuat catatan tentang
hari / tanggal, waktu, dan kondisi lapangan.
2.
Dilakukan observasi dan diamati lokasi sebagai satu
kesatuan ekosistem yang berupa ekosistem pekarangan.
3.
Dicatat objek / benda hidup dan mati yang ditemukan
dalam ekosistem dan disajikan pada tabel 2.1.
4.
Digambar ekosistem yang ada, lengkap dengan objek / benda
yang penting serta lingkungan pembatas disekitarnya dan disajikan pada gambar
2.1.
5.
Dari daftar objek / benda ditabel 2.1, dikelompokkan
objek / benda tersebut dalam dua kelompok: (a) Komponen abiotik seperti udara,
tanah, air dan (b) Komponen biotik seperti cacing, molusca, insekta dan
disajikan pada tabel 2.2.
6.
Diidentifikasikan komponen-komponen biotik (organisme)
yang telah dicatat dan disajikan pada tabel 2.3.
7.
Dikelompokkan komponen-komponen biotik (organisme)
tersebut berdasarkan fungsi ekologisnya seperti produser, komsumer, dekomposer,
dan berdasarkan thropiknya seperti herbivor, omnivor, dan karnivor.
8.
Digambarkan interaksi-interaksi yang mungkin terjadi
antar kelompok-kelompok tersebut dalam bentuk diagram dan disajikan pada gambar
2.2.
9.
Dibandingkan hasil pengamatan dengan ekosistem lainnya
dari artikel ilmiah yang telah dipublikasikan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
HASIL
Hasil
praktikum dilampirkan
1.
PEMBAHASAN
Praktikum
ekosistem dan komponen penyusunnya kali ini dilakukan di sekitar pekarangan rumah.
Pada lokasi tersebut diamati komponen-komponen penyusunnya yaitu komponen
biotik-abiotik. Komponen biotik meliputi makhluk hidup yang ada ditempat
tersebut, baik hewan maupun tumbuhan. Komponen abiotik meliputi suhu udara,
intensitas cahaya,kelembaban udara, suhu tanah, kelembaban tanah, dan
keasaman(pH).
Berikut ini
adalah komponen abiotik ekosistem pekarangan:
1.
Suhu dan Kelembaban
Suhu
merupakan faktor pembatas bagi makhluk hidup, karena berpengaruh terhadap
reaksi-reaksi enzimatis tubuh. Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu
merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Umumnya makhluk hidup
bertahan pada suhu 4-45°C. Suhu < 4°C, reaksi enzimatis berlangsug sangat
lambat. Suhu>45°C, enzim-enzim mengalami denaturasi sehingga menyebabkan
kematian. (Fitter, 1991)
Pada
praktikum yang kami laksanakan, suhu di pekarangan sedang karena praktikum
dilaksanakan pada pagi hari pukul 10.00 WIB dengan cuaca cerah.
1.
Intensitas Cahaya
Sinar
matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena cahaya matahari berperan
dalam menaikkan suhu lingkungan. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang
dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis. Banyaknya
cahaya yang mencapai permukaan bumi ditentukanoleh lintang geografinya, selain itu
juga dipengaruhi oleh ada tidaknya penghalang cahaya. (Fitter, 1991).
Intensitas
cahaya pada saat praktikum dilaksanakan cukup bagus karena pekarangan berada
didepan rumah dan letak pemukiman tidak terlalu padat sehingga cahaya matahari
tidak terhalang dan bisa masuk dengan baik, sehingga apabila suatu daerah
memiliki intensitas cahaya yang cukup, tumbuhan tersebut akan tumbuh dengan
baik.
1.
pH Tanah
Tanah yang
baik untuk tempat tumbuh tanaman memiliki pH 5,0-8,0 dan pH sangat berpengaruh
langsung pada pertumbuhan akar. (Istamar, 1997)
pH tanah
diekosistem pekarangan yang kami amati cocok dengan tumbuhan yang ada karena
tumbuhan yang ada tumbuh dengan subur.
1.
Temperatur
Menurut
Mackenzie, et all (1998) bahwa salah satu hal yang menyebabkan temperatur udara
disuatu tempat meningkat adalah karena adanya peningkatan intensitas cahaya.
Dalam pengamatan yang telah dilakukan mempunyai temperatur normal karena
intensitas cahaya di pekarangan tersebut juga cukup bagus, dalam arti tidak
terlalu tinggi yang tidak terlalu rendah.
Berikut ini
adalah komponen biotic ekosistem pekarangan:
1.
Pohon jambu
Jambu air adalah tumbuhan dalam suku jambu-jambuan
atau Myrtaceae yang
berasal dari Asia Tenggara. Jambu air sebetulnya berbeda dengan jambu semarang (Syzygium
samarangense), kerabat dekatnya yang memiliki pohon dan buah hampir serupa.
Beberapa kultivarnya bahkan
sukar dibedakan, sehingga kedua-duanya kerap dinamai dengan nama umum jambu air
atau jambu saja.
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
S. aqueum
|
1.
Bunga tapak dara
Tapak dara adalah perdu tahunan yang
berasal dari Madagaskar, namun
telah menyebar ke berbagai daerah tropika lainnya.
Nama ilmiahnya Catharanthus roseus (L.) Don. Di
Indonesia tumbuhan hiaspekarangan ini
dikenal dengan bermacam-macam nama, seperti di disebut sindapor (Sulawesi), kembang
tembaga (bahasa Sunda), dan kembang
tapak dårå (bahasa Jawa).
Orang Malaysia mengenalnya
pula sebagai kemunting cina, pokok rumput jalang, pokok
kembang sari cina, atau pokok ros pantai. Di Filipinaia dikenal
sebagai tsitsirika, di Vietnam sebagai hoa
hai dang, di Cina dikenal
sebagai chang chun hua, diInggris sebagai rose
periwinkle, dan di Belanda sebagai soldaten
bloem.
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
C. roseus
|
1.
Bunga Euphorbia
Euphorbia milii merupakan salah satu spesies
dari 2000 spesies lain dari genus Euphorbia. spesies yang asli diberi nama E.
milii varietas splendens/E.splendens. varietas ini tumbuh sedikit menjalar
(scrambing), memiliki seludang bunga (cyathia) berwarna merah berukuran 1 cm
dan berbunga sejati berwarna kuning. E. splendens dapat tumbuh mencapai
60-240 cm. selain E.
splendens yang berbunga merah, ada juga yang berwarna kuning yaitu varietas
lutea yang berukuran lebih pendek dari berbunga merah.
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
E. milii
|
1.
Kumbang
2.
Semut hitam
Semut adalah serangga eusosial yang berasal dari
keluarga Formisidae, dan semut termasuk dalam ordo Himenoptera bersama dengan
lebah dan tawon. Semut terbagi atas lebih dari 12.000 kelompok, dengan
perbandingan jumlah yang besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni
dan sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per
koloni. Jenis semut dibagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu
semut. Satu koloni dapat menguasai dan memakai sebuah daerah luas untuk
mendukung kegiatan mereka. Koloni semut kadangkala disebut
superorganisme dikarenakan koloni-koloni mereka yang membentuk sebuah kesatuan.
Kerajaan:
|
Animalia
|
Filum:
|
Artropoda
|
Kelas:
|
Insekta
|
Ordo:
|
Hymenoptera
|
Upaordo:
|
Apokrita
|
Superfamili:
|
Vespoidea
|
Famili:
|
Formicidae
|
1.
Lebah
Lebah madu mencakup sekitar tujuh spesies lebah dalam genus Apis, dari sekitar 20.000 spesies yang
ada. Saat ini dikenal sekitar 44 subspesies. Mereka
memproduksi dan menyimpan madu yang dihasilkan darinektar bunga. Selain itu mereka juga membuat
sarang dari malam, yang
dihasilkan oleh para lebah pekerja di koloni lebah madu.
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Bangsa:
|
Apini
|
Genus:
|
Apis
|
1.
Kupu-kupu
Kupu-kupu dan ngengat (rama-rama)
merupakan serangga yang
tergolong ke dalam ordo Lepidoptera, atau
‘serangga bersayap sisik’ (lepis, sisik dan pteron, sayap).
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
Lepidoptera
|
1.
Capung
Capung atau sibar-sibar dan Capung Jarum adalah
kelompok serangga yang
tergolong ke dalam bangsa Odonata. Kedua macam serangga ini jarang berada
jauh-jauh dari air, tempat
mereka bertelur dan menghabiskan masa pra-dewasa anak-anaknya. Namanya dalam
bahasa daerah adalah papatong (Sd.),kinjeng (Jw.), coblang (Jw.), kasasiur (bjn),
tjapung.
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Upaordo:
|
|
Infraordo:
|
Anisopte
|
1.
Bunga lidah mertua
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom:
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super
Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas:
Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas:
Liliidae
Ordo:
Liliales
Spesies: Sansevieria trifasciata Prain.
1.
Laba – laba
Laba-laba, atau disebut juga labah-labah, adalah
sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan dua
segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap dan tak memiliki
mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo Araneae; dan
bersama dengan kalajengking, ketonggeng, tungau —semuanya berkaki delapan
dimasukkan ke dalam kelas Arachnida. Bidang studi mengenai laba-laba disebutarachnologi.
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
Araneae
|
1.
Rumput
2.
Bunga pacar
Impatiens balsamina (Bunga Pacar air) adalah tanaman
yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tanaman
ini diperkenalkan di Amerika pada
abad ke-19. Tanaman ini adalah tanaman tahunan atau dua tahunan dan memiliki
bunga yang berwarna putih, merah, ungu atau merah jambu. Bentuk bunganya
menyerupai bunga anggrek yang kecil. Tinggi tanaman ini bisa mencapai satu
meter dengan batangnya yang tebal dan daunnya yang bergerigi tepinya.
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
Magnoliophyta‘Teks miring’
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
I.
balsamina
|
1.
Belalang
Belalang adalah serangga herbivora dari
subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memilikiantena yang hampir selalu lebih
pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek.
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Upaordo:
|
Caelifera
|
1.
Ulat
1.
Pohon cemara
Taksonomi
Divisi: Spermatophyta
Divisi: Spermatophyta
Sub Divisi :
Gymnospermae
Kelas :
Coniferae
Bangsa :
Araucariales
Famili :
Araucariaceae
Genus: Araucaria
Spesies: Araucaria heteropylla (Salisb.)
Franco.
Nama daerah:
Cemara Norfolk (Indonesia)
1.
Pohon jeruk
Jeruk nipis atau limau nipis adalah tumbuhan perdu yang menghasilkan buah dengan nama sama. Tumbuhan ini
dimanfaatkan buahnya, yang biasanya bulat, berwarna hijau atau kuning,
memiliki diameter 3-6
cm, umumnya mengandung daging buah masam,
agak serupa rasanya dengan lemon.
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
C.
aurantifolia
|
1.
Pohon sakura
Kerajaan:
|
|
Divisi:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Upafamili:
|
|
Genus:
|
1.
Pohon pucuk merah
2.
Cacing
Cacing tanah adalah nama yang umum digunakan untuk
kelompok Oligochaeta, yang kelas
dan subkelasnya tergantung dari penemunya dalam filum Annelida.
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Upaordo:
|
Lumbricina
|
1.
Bunga desember
2.
Lalat
1.
Bunga keladi hias
Keladi merupakan sekelompok tumbuhan dari genus Caladium (suku
talas-talasan, Araceae). Dalam
bahasa sehari-hari keladi kerap juga dipakai untuk menyebut beberapa tumbuhan
lain yang masih sekerabat namun tidak termasuk Caladium,
seperti talas (Colocasia).
Keladi sejati jarang membentuk umbi yang membesar. Asal tumbuhan
ini dari hutan Brazil namun sekarang tersebar ke berbagai penjuru dunia.
Kerajaan:
|
|
(tidak
termasuk)
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
Caladium
|
1.
Kucing
Kucing, Felis silvestris catus, adalah
sejenis karnivora. Kata
“kucing” biasanya merujuk kepada “kucing” yang telah dijinakkan,[3] tetapi
bisa juga merujuk kepada “kucing besar” seperti singa, harimau, dan macan.
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
Felis
|
Spesies:
|
F.
silvestris
|
Upaspesies:
|
catus
|
1.
Bunga Sri Rejeki
Klasifikasi
Kingdom:
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom:
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi:
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas:
Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas:
Arecidae
Ordo: Arales
Spesies: Aglaonema crispum (Pit.
& Man.) D.H.Nicol
1.
Bunga Alamanda
Alamanda cathartica (alamanda) termasuk dalam
suku Apocynaceae. Tumbuhan ini sering kita jumpai menghiasi
Kuburan, memang satu suku ini umumnya hidup di tempat pemakaman.
Sebagai
konsumen, hewan ada yang memakan produsen secara langsung, tetapi ada pula yang
mendapat makanan secara tidak langsung dari produsen dengan memakan konsumen
lainnya. Karenanya konsumen dibedakan menjadi beberapa macam yaitu konsumen I,
konsumen II, dan seterusnya hingga konsumen puncak. Konsumen II, III, dan
seterusnya tidak memakan produsen secara langsung tetapi tetap tergantung pada
produsen, karena sumber makanan konsumen I adalah produsen. Peranan makan dan
dimakan di dalam ekosistem akan membentuk rantai makanan bahkan jaring-jaring
makanan.
Pada jurnal
yang kami ambil, di situ mengamati tentang keanekaragaman tumbuhan liar edible
di persawahan sekitar Gunung Salak. Dan pada pengamatan yang kami lakukan, kami
mengamati tentang keanekaragaman tumbuhan yang ada di pekarangan dan interaksi
makhluk hidup yang ada di dalamnya, komponen ekosistemnya dsb. Sedangkan
pada jurnal penelitian hanya mengamati keanekaragaman tumbuhan liar edible yang
ada di sana, juga pemanfaatan tumbuhan tersebut.
Pada
pengamatan yang kami lakukan, kami hanya menemukan sedikit spesies tumbuhan
yang hidup di pekarangan, karena kawasan yang tidak luas, sedangkan pada jurnal
penelitian, di situ di sebutkan bahwa di temukan banyak jenis, atau keragaman
yang tinggi, namun di situ di jelaskan bahwa tidak semua area terdapat
keragaman yang tinggi, karena di pengaruhi beberapa factor, di anataranya yaitu
ketinggian, kemiringan, intensitas cahaya dan letak dengan jenis ekosistem lain
seperti ekosistem hutan. Pada jurnal yang kami ambil, terdapat banyak
keanekaragaman yang tinggi karena cakupan area yang di amati luas dan mempunyai
topografi yang berbeda – beda, sehingga mempengaruhi jenis dan jumlah tumbuhan
yang terdapat di dalamnya.
Terdapat
kesamaan dalam penelitian kami dan jurnal yang kami ambil, yaitu pengaruh
intensitas cahaya mempengaruhi jumlah keanekaragaman dalam suatu ekosistem,
yaitu pada area yang intensitas cahayanya maksimal terdapat jenis tumbuhan yang
lebih beragam dari pada area yang intensitas cahayanya kurang maksimal. Dan
pada pengamatan yang kami lakukan pada ekosistem pekarangan, di situ intensitas
cahayanya maksimal sehingga tumbuhan dapat tumbuh secara maksimal, sehingga
banyak tumbuhan yang dapat hidup pada pekarangan tesebut.
Para ahli
ekologi mengkategorikan elemen-elemen yang membentuk atau yang memberi efek
pada sebuah ekosistem menjadi 6 bagian utama berdasarkan para aliran energi dan
nutrien yang mengalir pada sistem:
1.
Matahari
2.
Bahan-bahan abiotik
3.
Produsen
4.
Konsumen Pertama
5.
Konsumen Kedua
6.
Pengurai
Sebuah
ekosistem yang sederhana dapat digambarkan seperti berikut. Matahari
menyediakan energi yang hampir dibutuhkan semua produsen untuk membuat makanan.
Produsen terdiri dari tanaman-tanaman hijau seperti rumput dan pohon yang
membuat makanan melalui proses fotosintesis. Tanaman juga membutuhkan
bahan-bahan abiotik seperti air dan pospor untuk tumbuh. Yang termasuk konsumen
pertama diantaranya tikus, kelinci, belalang dan binatang pemakan tumbuhan
lainnya. Ular, macan dan konsumen kedua lainnya atau yang biasa disebut dengan
predator adalah pemakan binatang. Pengurai seperti jamur dan bakteri,
menghancurkan tanaman dan binatang yang telah mati menjadi nutrien-nutrien
sederhana. Nutrien-nutrien tersebut kembali ke dalam tanah dan digunakan
kembali oleh tanaman-tanaman.
Energi yang
berpindah melalui sebuah ekosistem berada dalam sebuah urutan transformasi.
Pertama produsen merubah sinar matahari menjadi energi kimia yang disimpan di
dalam protoplasma (sel-sel tumbuhan) di dalam tanaman. Selanjutnya konsumen
pertama memakan tanaman, merubah energi menjadi bentuk energi kimia yang
berbeda yang disimpan di dalam sel-sel tubuh. Energi ini berubah kembali ketika
konsumen kedua makan konsumen pertama.
Karena
begitu banyaknya energi yang lepas sebagai panas pada setiap langkah dari
rantai makanan, semua ekosistem mengembangkan sebuah piramida energi. Tanaman
sebagai produsen menempati bagian dasar piramid, herbivora (konsumen pertama)
membentuk bagian berikutnya, dan karnivora (komsumen kedua) membentuk puncak
piramida. Piramid tersebut mencerminkan kenyataan bahwa banyak energi yang
melewati tanaman dibandingkan dengan herbivora, dan lebih banyak yang melalui
herbivora dibandingkan dengan karnivora. Di dalam ekosistem-ekosistem daratan
piramida energi tersebut menghasilkan sebuah piramida biomasa (berat). Ini
berarti bahwa berat total dari tanaman-tanaman adalah lebih besar dibandingkan
dengan berat total herbivora yang melampaui berat total karnivora. Tetapi di
dalam lautan biomasa (berat) tanaman-tanaman dan binatang-binatang adalah sama.
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah
melakukan pengamatan pada ekosistem pekarangan, dapat di simpulkan bahwa terdapat
keanekaragaman yang cukup tinggi, yaitu terdapat sekitar 25 hewan dan tumbuhan
yang hidup pada pekarangan tersebut, walaupun luas pekarangan tidak terlau
luas. Komponen – komponen yang mempengaruhi ekosistem di pekarangan di
antaranya yaitu, intensitas cahaya, temperature, suhu dan kelembaban, pH tanah,
dll. Sedangkan pada jurnal yang kami ambil yaitu keanekaragaman tumbuhan liar
edible di sekitar Gunung salak, terdapat keanekaragaman yang tinggi karena
cakupan pengamatan yang luas dan lebih bervariasi, dan yang mempengaruhi
keanekaragaman di dalam ekosistem di antaranya yaitu, intensitas cahaya,
kemiringan dan ketinggian tempat.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://www.scribd.com/doc/28958511/Ekosistem-Dan-Komponen-Penyusunnya. Diakses
tanggal 28 November 2011
·
http://tatangkostaman.blogspot.com/2010/08/pemanfaatan-pekarangan.html. Diakses
tanggal 28 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari diskusi bareng